JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-- Anak perusahaan Bank BRI, PT Bringin Gigantara dinilai telah melanggar perjanjian yang dibuat dengan mitra kerjanya. Tak tanggung-tanggung, nilai kerugiannya ditaksir hingga miliaran rupiah. Direktur utama PT Samudra Sumber Mandiri, Samudra Parsaoran mengatakan bahwa taksiran nilai kerugian yang diterima perusahaannya mencapai angka 10 miliar rupiah.
“Kami memperkirakan bahwa nilai kerugian yang diterima mencapai Rp 10 miliar rupiah, itu termasuk tagihan pokok dan kerugian lainnya,” ujar Direktur Utama PT Samudra Sumber Mandiri, Samudra Parsaoran kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (12/3/21).
Samudra menjelaskan perusahaan yang dipimpinnya itu bergerak dalam bidang logistik dan mulai bekerja sama dengan PT Bringin Gigantara sejak tahun 2016.
“Di awal proses pelaksanaan kerja semuanya berjalan dengan lancar. Namun pada saat proses penagihan, tagihan kami dibatasi hanya 50 juta rupiah untuk setiap Invoice yang kami setorkan, padahal pembatasan itu tidak tertuang pada Perjanjian Kerjasama, (PKS),” jelas Samudra.
Samudra menilai bahwa pembatasan nilai tagihan itu sangat merugikan pihaknya. Samudra juga menuturkan bahwa pembatasan nilai tagihan itu berdampak besar pada proses penyetoran tagihannya.
“Tagihan yang kami setorkan merupakan tagihan untuk pekerjaan periode 2017 sampai 2019 awal. Proses penyetoran tagihan kami menjadi sangat terhambat, dikarenakan adanya pembatasan pada nilai Invoice yang disetorkan, padahal praktiknya nilai Invoice itu sangat bervariasi, bahkan pernah dalam satu Invoice itu bernilai Rp 1 miliar lebih. Dan kami harus memecahnya menjadi 50 juta rupiah per-Invoice,” jelas Samudra.
Di samping itu, Samudra juga bercerita bahwa pihaknya telah beberapa kali mengirimkan permohonan untuk melakukan rekonsiliasi data tagihan bersama, namun ajakan tersebut tidak pernah dikabulkan.
“Sudah beberapa kali mengajukan permohonan untuk rekonsiliasi data tagihan, tapi permohonan tersebut belum pernah direalisasikan oleh pihak BRI Cash,” katanya.
Selain itu, Samudra juga mengatakan bahwa pihaknya pernah diundang sekali oleh BRI Cash dengan agenda penyampaian hasil data verifikasi tagihan. Namun bukannya mendapatkan informasi mengenai hasil verifikasi tagihan, dirinya malah diminta untuk menandatangani draft kesepakatan baru.
“Pernah sekali diundang oleh BRI Cash, agendanya mengenai penyampain hasil data verifikasi tagihan. Namun pada saat hadir, bukannya disuguhi dengan data hasil verifikasi, saya malah diminta untuk menandatangani Draft Kesepakatan Baru, tentu saya dengan tegas menolak draft tersebut,” tegas Samudra.
Samudra beralasan, bahwa dirinya menolak untuk menandatangani draft kesepakatan baru tersebut dikarenakan draft tersebut sangat tidak sesuai dengan kebijakan pada PKS yang ia dan pihak BRI Cash sepakati sebelumnya.
“Saya menolak dengan tegas untuk menandatangani Draft Kesepakatan Baru tersebut, dikarenakan isi dari draft itu sangat tidak sesuai dengan apa yang telah kami sepakati bersama pada PKS sebelumnya,” ujar Samudra Parsaoran.
Samudra juga menegaskan jika persoalan administrasi, pihaknya lengkap dan tersusun. Dia berharap pimpinan dari BRI Cash mau melakukan rekonsiliasi data administrasi.
"Kami berharap ada kerja sama untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kami berharap pihak BRI Cash mau melakukan rekonsiliasi data administrasi dengan kami," kata Samudra.
Sementara itu pihak BRI Cash saat ditemui membenarkan adanya permasalahan tersebut. Menurut Kepala Sumber Daya Manusia (SDM) BRI Cash, Sujadi, pihaknya pasti dan mau melakukan pembayaran jika sesuai dengan data tagihan yang mereka miliki.
"Kami siap melakukan pembayaran sesuai nilai yang kami anggap benar. Ada beberapa hal yang menurut kami terkait data di administrasi yang tidak sesuai," kata Jadi kepada wartawan saat ditemui di bilangan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Sujadi mengatakan, pihak Samudra secara tiba-tiba memberikan tagihan senilai puluhan miliar rupiah untuk segera dibayar oleh manajemen baru yang ada di BRI Cash saat ini.
"Tentu saja hal ini membuat kaget manajemen baru. Tiba-tiba disodorkan tagihan yang banyak atas pekerjaan yang terjadi di manajemen lama. Diberikan tagihan itu di tahun 2020, sementara agak sulit mengumpulkan bukti-bukti dari daerah," kata Sujadi.