JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Kebocoran data Pribadi WNI kembali terjadi lagi, kali ini di dalam situs RAID Forums ada pihak yang mengklaim memiliki data pribadi WNI dan memperjualbelikan data pribadi tersebut.
Dari hasil investigasi sementara, data pribadi yang bocor tersebut identik dengan data BPJS Kesehatan.
Anggota Komisi I DPR RI Farah Puteri Nahlia mengatakan, kejadian kebocoran data pribadi bukan yang pertama di Indonesia.
Ini mengapa pentingnya UU Pelindungan Data Pribadi harus segera diselesaikan.
"Secara global sebenarnya kita memiliki kontrol atas privasi data pribadi kita. Hal itu dijamin dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia 1948 pasal 12 dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1966 pasal 17, Indonesia pun sudah meratifikasi keduanya," jelas Farah kepada wartawan, Selasa (25/05/2021).
"Kejadian kebocoran data seperti ini jelas telah merebut hak kendali atas data pribadi kita oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," sambungnya.
Dari kejadian tersebut, menurutnya, ada dua hal yang menjadi urgensi untuk segera dilakukan oleh Pemerintah dan DPR saat ini, yaitu:
"Pertama, mendorong Kominfo segera menemukan solusi yang tidak hanya sekedar pemblokiran situs penyedia jasa jual beli data namun juga diperlukan investigasi dari hulu ke hilir dengan pendekatan multi-stakeholder untuk memperkaya analisis resiko dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku penyalahgunaan dan pencurian data," tandasnya.
Jika merujuk pada pasal 64 ayat 2 RUU PDP jelas tertulis setiap orang yang dengan sengaja menjual atau membeli Data Pribadi dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Kedua, lanjut Farah, mendorong pengesahan RUU PDP dan berdirinya Otoritas Pelindungan Data Pribadi yang Independen.
Menurutnya, apa yang dilakukan Kominfo saat ini hanya sekedar langkah antisipatif, namun itu tidak menyelesaikan masalah.
"Kejadian ini merupakan alarm betapa pentingnya otoritas perlindungan data pribadi independen di Indonesia. Lembaga ini menjadi salah satu aktor kunci yang berfungsi sebagai ujung tombak regulator di bidang privasi dan perlindungan data," tegasnya.
Selain itu, menurutnya, yang harus berfungsi tidak hanya ombudsman, auditor, konsultan, pendidik, penasihat kebijakan dan negosiator namun juga dapat dengan tegas menegakkan perubahan perilaku ketika aktor swasta atau seperti kasus ini aktor publik yang melanggar undang-undang perlindungan data.
"Otoritas ini sudah sepatutnya menjadi lembaga negara yang bebas dari intervensi dan kepentingan individu, bisnis dan lembaga negara lain," tegasnya.
Faraha menyarankan, karena tidak mudah mengawasi diri sendiri. Kembali lagi karena pelindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi, perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk memberikan keamanan atas data pribadi, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Untuk itu negara harus hadir dengan bekerja lebih cepat dan cerdas dalam mensahkan RUU PDP dalam menjamin hak warga negara atas pelindungan diri pribadi dan menjamin pengakuan dan penghormatan atas pentingnya pelindungan data pribadi," kata Politikus PAN itu.
Ketiga, menghimbau setiap diri pribadi untuk meningkatkan kesadaran dalam melindungi data pribadinya.
"Saling mengingatkan mengenai data apa yang perlu dan tidak perlu untuk di share untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi seperti penipuan dan kekerasan berbasis gender online," pungkasnya.