Berita
Oleh La Aswan pada hari Selasa, 22 Jun 2021 - 14:20:06 WIB
Bagikan Berita ini :

Jatah Impor Raw Sugar Untuk BUMN Kecil, APTRI: Bukti Negara Lebih Berpihak ke Swasta

tscom_news_photo_1624346406.jpg
Petani Tebu (ilustrasi) (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Muhammad Abdul Ghani mengeluhkan jatah atau presentase kuota impor gula yang didapat perusahaannya sebagai perusahaan BUMN.

Keluhan tersebut terlontar dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/06/2021) kemarin. Dirut PTPN itu juga mengungkapkan bahwa pihaknya hanya mendapat 2 persen dari total kuota impor. Padahal, PTPN memproduksi sekitar 50 persen dari total gula kristal putih (GKP) di Indonesia.

PTPN III pun meminta keberpihakan DPR untuk menambah kuota impor gula rafinasi. Karena, saat ini 90 persen impor dilakukan perusahaan swasta tanpa kebun dan 8 persen lainnya diimpor perusahaan swasta dengan kebun sendiri.

Menanggapi hal itu, Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) PTPN XI Jawa Timur, Sunardi Edy Sukamto menilai, apa yang disampaikan Dirut PTPN III ke DPR itu memang merupakan fakta yang tak terbantahkan.

"Carut marut masalah gula wujud gagalnya pemerintah
Karena di kendalikan "Hantu". Rdp yang dilakukan holding PTPN III dengan DPR RI sebagai curhatan nyata dan bahkan sudah berlangsung sangat lama," ungkap Edy kepada wartawan, Selasa (22/06/2021).

Edy juga mengakui bahwa persoalan pangan memang merupakan persoalan pelik dan menjadi hajat hidup masyarakat banyak dan itulah ladang bisnis yang sangat menjanjikan. Diakui atau tidak inilah yang terjadi.

"Sekarang tinggal Presiden mau serius apa tidak menyelesaikan masalah gula ini. Karena kepanjangan tangan presiden dan instrument yang di buat tidak tegas dalam mendukung swasembada gula nasional," tandasnya.

Jika negara dalam hal ini pemerintah dan DPR memiliki komitmen dan keberpihakan semestinya BUMN yang concern mengurusi soal gula menjadi prioritas.

"Kenapa PTPN maupun RNI tidak dikasih ijin import kalaupun di kasih sangat-sangat kecil sekali, tentunya ini adalah game, tidak bakalan DPR RI yang notabenenya merupakan kepanjangan partai politik setuju. Meski BUMN menyumbang deviden ke negara selain pajak. Sehingga jaringan kementerian berbasis pangan dan industri hilirnya di minta oleh partai pendukung presiden terpilih," sesalnya.

Padahal, menurutnya, jika kuota impor gula diserahkan ke BUMN tatakelola industri gula tanah air bisa menjadi lebih baik lagi.

"Bisa di urai dengan jelas kalau import diserahkan BUMN gak bakalan ada fee yang bisa di distribusikan. Sehingga sasarannya adalah swasta yang bisa lebih leluasa mengatur semuanya," katanya.

"Kami sangat mendukung apa yang di sampaikan bapak Dirut Holding perkebunan bahwa kita harus segera merubah minset berpikir 180° itu benar. Dan negara melalui bapak Presiden harus tegas dan serius mau 2 periode atau 3 periode kalau tatanan model perekonomian masih kayak gini gak bakalan selesai," tegasnya.

Gula adalah barang yang di awasi oleh negara dan di butuhkan masyarakat banyak, jadi menurutnya, pemerintah harusnya punya peran dominan mengawal khusus sampai swasembada.

"Waspadai kelompok tertentu yang pura-pura setuju dengan program capaian swasembada namun membuat jaringan-jaringan kuat untuk melumpuhkan program itu sendiri. Gula adalah produk politik dan manis," ujarnya.

Edy juga mengaku pesimis Persaingan sehat tidak akan terjadi kalau 11 pabrik gula swasta dan 2 swasta di Jawa Timur hanya berorientasi pada bahan baku import raw sugar.

"Sementara yang lainnya tanam tebu sendiri. Otomatis mereka yang import berpesta dan pendukungnya banyak selalu teriak ketersediaan pangan harus di jaga dgn operasi pasar. Justru yang sebenarnya terjadi bagaimana mereka berbagi-bagi pundi-pundi fee untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan dan kelompok politik mereka," tandasnya.

Edy juga menyarankan, jika ingin swasembada cepat maka harus revolusi mental moral dan struktural bidang-bidang strategis.

"Dan pangan seharusnya diserahkan pada ahlinya yang profesional, jangan orang politik memegang peranan di tempat itu apalagi backing-backing orang-orang kuat, elit salah tidak malu korupsi tertawa dipenjara masih tersenyum hukum bisa di beli Tuhan pun tidak ditakuti, Pancasila dan UUD tahun 1945 hanya jadi bacaan apel upacara . Hancur dan habislah negara yang kita cintai ini," lirihnya.

Edy mengatakan, mekanisme pengaturan harga gula sebenarnya tidak masalah sepanjang tetap memperhatikan kondisi nyata dibawah.

"Kita setuju dengan pasar bebas namun jangan terlena dengan harga murah membuat kita mati produktifitas. Negara harus tegas mengawal dan mewujudkan ketahanan pangan sebagai kedaulatan pangan bangsa yang bermartabat. Revolusi mental moral jangan hanya di slogan dan di ucap korupsi gak bisa tuntas hukum gak bisa adil. Sudah saatnya berbenah diri bahwa semua pabrik gula yang ada di NKRI wajib menanam dan memproduksi gula dari tebunya sendiri. NKRI harga mati. Hiduplah Indonesia raya," tuntasnya.

tag: #impor-gula  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement