JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komsii XI DPR RI Achmad Hafisz Thohir mengaku heran dengan jumlah utang pemerintah per Juli 2021 yang tembus dikisaran angka Rp6.554,56 Triliun atau 41,35 persen.
Namun, kata dia, laju pertumbuhan utang tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan angka kesejahteraan rakyat.
"Rakyat gak merasakan apa-apa karena kesejahteraan belum merata. Coba kalau merata pasti rakyat akan rasakan kesejahteraan tersebut," tandas Waketum PAN itu kepada wartawan, Selasa (27/07/2021).
Tak hanya itu, Hafisz juga mengaku tak habis pikir dengan rasio utang yang sudah melampaui 41% lebih dari Produk Domestik Bruto (PDB) namun justru tingkat pendapatan masyarakat malah semakin menurun.
"Seperi kita ketahui kemarin kita downgrade dari negara berpenghasilan menengah atas US. 4.060/kapita menjadi menengah bawah (Lower middle income) US.3.870/kapita. Ini aneh," jelasnya.
"Sayang sekali sudah ada kesempatan berhutang banyak tapi tidak berhasil menaikkan per kapita income rakyat," sambungnya.
Sebetulnya, kata dia, Negara berhutang itu tidak masalah sepanjang bagus untuk rakyat.
"Tetapi akan menjadi masalah ketika penggunaannya tidak produktif. Lihat saja selama 5 tahun sebelum Covid-19 pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari rata-rata 4.9% saja. Sementara pertumbuhan Hutang RI melebihi angka 5%," tandasnya
"Artinya selisih ini menciptakan ratio utang yang semakin tinggi. Lihat saja ratio utang RI terhadap GDP naik terus sejak 2014 sampai 2021."
Padahal, ungkap dia, tahun 2013 ratio utang sudah turun 23% tapi naik lagi menjadi 24% di 2014.
"Lalu naik 40.42% di 2020. Sekarang kalau dihitung bisa 42.00% (akhir 2021). Inikan indikasi bahwa pengelolaan utang tidak produktif
Utang boleh saja bertambah terus, asalkan diiringi oleh GDP yang juga ikut naik melampaui tingkat debt rasio, sehingga ratio GDP terhadap hutang tetap rendah atau minimal tetap rata (tidak naik seperti saat ini)," pungkasnya.