JAKARTA(TEROPONGSENAYAN)-Kinerja Kejaksaan RI kembali disorot publik. Hal ini tergambar dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk penilaian" Sikap Publik terhadap Kinerja Kejaksaan".
Survei dengan menggunakan telepon ini dilakukan pada 31 Juli sampai 2 Agustus 2021 dengan 1.000 responden yang dipilih secara acak.
Hasil survei ini mendapati beberapa temuan menarik, antara lain, tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga penegak hukum tidak terlalu tinggi, meskipun masih di atas 50 persen.
Dalam siaran pers, Kamis (19/8), Direktur Riset SMRC Deni Irvani menyebut, hanya 61 persen warga yang sangat atau cukup percaya pada pengadilan. Masih ada 35 persen yang kurang atau tidak percaya. Selebihnya, 4 persen warga tidak dapat memberi penilaian.
Untuk kejaksaan, warga yang mengaku sangat atau cukup percaya hanya 59 persen. Masih cukup banyak warga yang kurang atau tidak percaya pada lembaga ini, yakni sebesar 36 persen.
Menurut Deni, meskipun masih di atas 50 persen, tingkat kepercayaan warga terhadap lembaga-lembaga penegak hukum tidak terlalu tinggi.
Hal ini sejalan dengan temuan lain, yaitu bahwa warga pada umumnya kurang positif dalam menilai kondisi penegakan hukum di negara kita sekarang ini.
Deni mengemukakan, yang menilai kondisi penegakan hukum sekarang buruk/sangat buruk 41.2 persen. Jumlah itu lebih banyak dibanding yang menilai baik/sangat baik dengan angka 25.6 persen. Sementara yang menilai sedang 30.1 persen, dan yang tidak menjawab sekitar 3.2 persen.
Sementara untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), warga yang percaya pada lembaga ini hanya 60 persen. Ada 36 persen warga mengaku kurang atau tidak percaya pada KPK, dan ada 4 persen yang tidak dapat memberi penilaian.
Demikian pula dengan lembaga kepolisian. Ada 58 persen warga yang percaya dan 38 persen yang tidak percaya. Survei ini juga menemukan adanya sentimen negatif warga pada kondisi korupsi.
"Mayoritas warga, 53 persen, menilai korupsi di negara kita sekarang semakin banyak dibanding tahun lalu. Hanya 8 persen yang menilai semakin sedikit, dan 31 persen yang menilai sama saja. Yang tidak menjawab 8 persen,” kata Deni.
Penilaian warga terhadap kejaksaan pada beberapa aspek pada umumnya cenderung negatif atau lebih banyak yang menilai negatif dibanding positif.
Deni Irvani menyatakan, penilaian yang paling negatif terkait dengan praktik suap. Sekitar 59 persen responden menilai jaksa di negara kita tidak bersih dari praktik suap. Yang menilai jaksa bersih dari praktik suap hanya 26 persen. Sisanya, sekitar 15 persen, tidak dapat memberi penilaian.
Survei ini juga menemukan bahwa warga pada umumnya, 52 persen, menilai proses pemilihan jaksa tidak bersih dari KKN. Yang menilai bersih hanya 30 persen, dan sisanya 18 persen tidak dapat menjawab.
Sekitar 49 persen warga menilai jaksa tidak independen dalam menuntut perkara, lebih banyak dari yang menilai jaksa independen, 34 persen. Yang tidak dapat menjawab 17 persen.
Selain itu, publik juga menilai buruk sistem pengawasan internal yang berlaku di lingkungan kejaksaan.
“Sekitar 45 persen warga menilai pengawasan internal terhadap pegawai kejaksaan atau jaksa tidak berjalan dengan baik. Yang menilai sudah berjalan dengan baik 35 persen, dan sekitar 20 persen tidak tahu/tidak dapat menjawab,” bebernya.
Temuan ini konsisten dengan penilaian warga pada bagaimana kejaksaan menangani kasus di daerah. Sekitar 41 persen warga menilai kasus-kasus di daerah tidak ditangani oleh kejaksaan secara serius dan profesional. Yang menilai sudah ditangani dengan serius dan profesional 38 persen, dan sekitar 20 persen tidak tahu/tidak menjawab.