JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Penetapan Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai Anggota BPK terpilih periode 2021-2026 oleh Komisi XI DPR menuai kritik. Nyoman tidak memenuhi syarat Pasal 13 huruf j UU BPK, yakni telah meninggalkan jabatan sebagai Pejabat di lingkungan pengelola keuangan Negara paling singkat 2 (tahun) lamanya.
Nyoman sendiri terhitung baru satu tahun enam bulan meninggalkan jabatannya ketika mendaftar sebagai calon anggota BPK. Sehingga status Nyoman yang tidak memenuhi syarat formil tersebut menuai sorotan dan protes dari berbagai pihak.
Guru Besar Hukum Tata Negara dan Senior Partner INTEGRITY Law Firm, Denny Indrayana, mengatakan DPD RI sebagai lembaga yang diberikan kewenangan konstitusional dalam memberikan pertimbangan, bahkan menyatakan Nyoman tidak memenuhi syarat formil dan wajib digugurkan.
"Tidak berhenti sampai di situ, Mahkamah Agung RI mengeluarkan pendapat hukum (fatwa) Nomor 183/KMA/HK.06/08/2021 yang pada pokoknya menyatakan syarat pasal 13 huruf j UU BPK adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh calon anggota demi alasan terhindar dari konflik kepentingan (conflict of interest)," kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulisnya, Minggu (19/9).
Menurut Denny, pendapat hukum serupa juga dapat ditemukan dalam pertimbangan hukum (ratio decidendi) dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 62/PUU-XII/2013 mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 13 huruf j UU BPK. Hasilnya, MK menyatakan bahwa pasal tersebut konstitusional agar calon yang terpilih dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri dan bebas.
"Faktanya memang tidak ada satu alasan pun yang dapat memberikan kelonggaran untuk menyimpangi syarat formil Pasal 13 huruf j UU BPK," ujarnya.
Denny menjelaskan bahwa keputusan Komisi XI DPR RI yang tetap memilih Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai anggota BPK RI terpilih merupakan pelanggaran vulgar terhadap hukum dan konstitusi.
"Pembangkangan terhadap hukum dan konstitusi yang begitu vulgar dilakukan oleh Komisi XI DPR RI ini wajib untuk segera disikapi oleh Presiden," katanya.