JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta mengaku heran dengan tidak sinkronnya data antar kementerian dalam hal ini kementerian perdagangan dan kementerian pertanian terkait ketersediaan jagung.
Padahal, kata Parta begitu ia disapa, imbas tidak sinkronnya data tersebut bisa berakibat fatal terhadap para petani jagung maupun peternak dimana harga jagung jadi naik dan stock bisa langka.
"Kementerian Pertanian menyampaikan stock jagung sampai minggu ke 2 bulan September, mengalami surplus 2,37 juta Ton. Sedangkan Menteri Perdagangan di hadapan komisi VI, mengatakan persediaan jagung tidak ada dan itu yang menyebabkan harga naik sampai Rp 6.100 per kilo, yang lebih miris Mendag sebut jagung diserahkan melalui hukum pasar," tandas Politikus PDIP itu kepada wartawan, Selasa (21/09/2021).
Menurutnya, polemik soal harga dan ketersediaan jagung jika dikorelasikan dengan kondisi dilapangan memang benar-benar terjadi.
"Faktanya dilapangan memang terjadi kelangkaan jagung sampai-sampai peternak bernama Suroto sampai membentangkan spanduk ketika Presiden Jokowi berkunjung ke Blitar. Menurut saya data pertanian tidak akurat, harusnya pakai data BPS," kata Parta.
Parta juga mengaku was was jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan berefek pada kegoncangan di bawah. Yakni petani dan peternak semakin menjerit.
"Saya khawatir jika kondisi tidak cepat diantisippasi, dan ternyata memang kelangkaan jagung karena persediaan yang terbatas, sedangkan impor masih butuh waktu, saya khawatir menimbulkan keributan," tandasnya.
Sekali lagi, tegas dia, ketidakjelasan data ini menyebabkan rakyat yang rugi, baik peternak, UMKM, maupun konsumen.
"Ego sektoral antara kementerian memang sudah akut, dan ego semacam ini yang menyebabkan rakyat menderita," tegas Legislator dari dapil Bali I itu.
Sebelumnya, Kementan mengklaim bahwa stok jagung mengalami surplus.
"Ketersediaan stok jagung ada tapi bagaimana sampai ke kawan-kawan peternak tidak ada pelanggaran di lapangan," kata Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi, saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (20/9/2021).