JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sikap Jaksa Agung ST Burhanuddin yang tegas terhadap koruptor tetapi humanis kepada rakyat kecil mendapat apresiasi tinggi dari kalangan spiritualis nusantara.
Kidung Tirtor Suryo Kusumo, spiritualis dari Gunung Lawu mengaku salut kepada Jaksa Agung Burhanuddin yang melakukan pendekatan humanis dalam penegakan hukum terhadap rakyat kecil melalui kebijakan keadilan restoratif atau keadilan berhati nurani.
“Keadilan berhati-nurani ini sangat mendalam, sesuatu yang luar biasa. Jaksa Agung sangat menjiwai hukum dan berorientasi pada rakyat, yang sejatinya merupakan pemilik keadilan itu sendiri,” ungkapnya seusai tapa brata di Gunung Lawu, Jawa Tengah, Kamis (23/9/2021).
Tidak sekadar gagasan, Jaksa Agung telah mengeluarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada 22 Juli 2020.
Aturan ini memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materil dan hukum formil yang saat ini masih mengedepankan aspek kepastian hukum dan legalitas-formal, daripada keadilan hukum yang lebih substansial bagi masyarakat.
Di sisi lain, lanjut Kidung Tirto, sikap Jaksa Agung tidak kenal ampun terhadap koruptor alias maling uang rakyat.
“Akibat ketegasannya, dia sering dicari-cari kesalahannya hingga dan dinyinyirin secara pribadi. Hal itu tidak menyurutkan semangatnya menyelamatkan negara dari kerakusan koruptor,” ujar Kidung Tirto.
Dia setuju apabila Burhanuddin disebut Jaksa Agung kontroversial, tetapi kontroversial yang berkonotasi positif. “Boleh saja disebut kontroversial karena Jaksa Agung berani memberantas maling uang rakyat, kontroversial karena punya gagasan brilian untuk menolong rakyat kecil,” cetusnya.
Kidung Tirto mengakui di bawah kepemimpinan Burhanuddin, kinerja Kejaksaan Agung semakin kuat dan ditakuti koruptor. Banyak kasus korupsi skala besar dan rumit berhasil dibongkar hingga diseret ke pengadilan, para pelakunya pun dihukum dan harta mereka disita untuk memulihkan kerugian negara.
Uang negara yang berhasil diselamatkan Kejaksaan Agung cukup fantastis. Sebut saja misalnya dari kasus Danareksa Sekuritas Rp105 miliar, kasus impor tekstil Rp1,6 triliun, kasus Asuransi Jiwasraya Rp16 triliun, dan dari kasus Asabri Rp22,7 triliun.
Berdasarkan penerawangan batinnya, Kidung Tirto melihat jauh ke lubuk hati seorang Burhanuddin tulus dan berdedikasi tinggi dalam menjalankan amanah.
“Saya melihat kebatinan dan spiritualitas Jaksa Agung seirama dengan Presiden Joko Widodo yang menyatu dengan alam. Keduanya berorientasi pada rakyat kecil,” ujarnya.
Dalam suatu kesempatan, Jaksa Agung Burhanuddin mengaku sedih ketika ada rakyat jelata yang mendapat perlakuan hukum tidak pantas dan tidak seyogianya diteruskan ke pengadilan, seperti kasus yang menimpa Nenek Minah dan Kakek Samirin.
Nenek Minah yang dimaksud Jaksa Agung adalah seorang nenek di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah. Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto menjatuhkan hukuman 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan kepada Nenek Minah karena mengambil tiga biji kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA).
Adapun Samirin, kakek 68 tahun asal Simalungun, Sumatera Utara, dihukum 2 bulan penjara karena memungut getah karet seharga Rp 17.000.
Senada dengan pakar hukum pidana, Kidung Tirto menilai gagasan keadilan restoratif atau keadilan berhati-nurani yang dilontarkan Jaksa Agung sangat tepat diterapkan di Indonesia.
“Gagasan ini mencerminkan nilai-nilai bangsa Indonesia yakni Pancasila, sehingga perlu dimasukkan ke dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan warisan hukum Belanda,” kata Kidung Tirto.
Sementara itu, Prof. Dr. Muhadar, SH, MSi, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin Makassar, mengatakan pendekatan keadilan restoratif seperti yang digagas oleh Jaksa Agung Burhanuddin lebih manusiawi dan Pancasilais yaitu mencerminkan sila ke-2 dan ke-5, kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Pendekatan keadilan restoratif adalah sesungguhnya model penyelesaian Hukum Adat Pidana kita yang ada sejak nenek moyang dahulu kala dan sampai kini masih dilakukan di daerah-daerah tertentu, seperti di Kab. Mamasa Sulsel dan daerah lain,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Kidung Tirto berpesan kepada Jaksa Agung agar tetap semangat dalam menjalankan tugas negara, tidak terpengaruh oleh hasutan dan fitnah dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terselubung.
Dia juga mengingatkan pihak-pihak yang tidak senang dengan Langkah Jaksa Agung memberantas koruptor agar introspeksi diri.
“Salah satu tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk melakukan yang terbaik. Semua orang pastinya ingin berbuat kebaikan. Oleh karena itu, jangan terlalu cepat menyimpulkan seseorang dari perbuatannya saja,” ungkap Kidung Tirto.