JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pakar hukum pidana mengapresiasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman mati Terdakwa Heru Hidayat dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri.
Menurut Dr. Dwi Seno Wijanarko, SH, MH, CPCLE, Heru Hidayat layak dituntut hukuman mati sebab perbuatannya sangat merugikan negara dan masyarakat secara luas, apalagi dia sudah divonis seumur hidup pada kasus PT Asuransi Jiwasraya.
“Tuntutan JPU sudah tepat dan sejalan dengan inisiatif Jaksa Agung ST Burhanuddin agar pelaku korupsi kelas kakap seperti kasus Asabri dan Jiwasraya harus dituntut maksimal atau hukuman mati,” ungkap Dwi Seno, Rabu (8/12/2021).
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini mengatakan
perbuatan Heru Hidayat dalam kasus korupsi Asabri sangat menciderai rasa keadilan masyarakat dan menyebabkan kerugian keuangan negara sangat besar hingga Rp22,78 triliun.
Dwi Seno sepakat dengan JPU, bahwa tidak dicantumkannya Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi tidaklah menjadi soal terhadap dapat diterapkannya pidana mati sebab hanya sebagai alasan pemberatan pidana.
“Keadaan-keadaan tertentu yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) cukup terpenuhi sehingga penjatuhan pidana mati dapat diterapkan,” ujarnya.
Apresiasi juga disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Dia menilai tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat menjadi solusi pemberantasan korupsi yang semakin merajalela.
“Saya mengapresiasi atas tuntutan hukuman mati oleh kejaksaan. Heru ini meski tidak pengulangan tapi secara bersama korupsi yang dianggap besar, di Jiwasraya dan Asabri,” kata Boyamin.
Menurut dia, langkah tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat merupakan terobosan dari Kejaksaan dan perluasan makna dari pengulangan tindak korupsi. Pasalnya, Heru sudah divonis seumur hidup pada kasus Jiwasraya.
Dia mengatakan pengulangan yang dimaksud tidak hanya masuk penjara kemudian dia mengulang lagi. Tapi juga melakukan korupsi berkali-kali seperti kasus Heru yang mengutip duit Jiwasraya dan Asabri.
“Nah hukuman mati terhadap koruptor ini diperluas maknanya oleh Kejaksaan, dan ini boleh. Hakim mestinya lebih berani, karena sudah ada terobosan dari Kejaksaan,” kata Boyamin.
Budayawan Kidung Tirto Suryo Kusumo juga menilai langkah JPU tersebut tepat, bukan hanya dilihat dari sisi hukum tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan rasa keadilan masyarakat.
“Saya sudah sering peringatkan, koruptor tidak bisa tidur nyenyak, cepat atau lambat mereka pasti akan dihukum oleh alam. Apalagi Nusantara kini dijaga oleh ksatria adhyaksa yang tegas dan wicaksana,” ujar budayawan yang sudah malang-melintang di dunia spiritual ini.
Kidung Tirto mendukung penuh inisiatif dan keberanian Jaksa Agung Burhanuddin menerapkan tuntutan hukuman mati bagi koruptor. “Ancaman Jaksa Agung terhadap koruptor bukan isapan jempol. Ini harus kita dukung demi keadilan masyarakat dan kemaslahatan bangsa ke depan,” ungkapnya.