JAKARTA(TEROPONGSENAYAN)-Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Yahya Waloni mengaku, dia tak tahu jika ceramahnya disiarkan secara daring dan viral di media sosial.
Menurutnya, tidak ada pemberitahuan sama sekali dari panitia acara terkait siaran tersebut.
Video ceramah Yahya yang menjadi viral dilakukan di salah satu masjid di wilayah Jakarta Selatan.
“Apakah ada panitia yang mengonfirmasi pada saudara akan disiarkan atau bagaimana?,” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (21/12/2021).
“Tidak diberitahukan,” jawab Yahya yang dihadirkan secara daring dari Rutan Mabes Polri.
Namun Yahya mengaku saat memberikan ceramah ia melihat keberadaan kamera yang merekamnya.
Tapi ia tidak menyangka kamera itu digunakan merekam dan menyiarkan ceramahnya.
"Sepengetahuan saya itu hanya dokumentasi orang yang merekam saja,” tuturnya.
Yahya mengatakan ia tahu berbagai videonya viral di media sosial justru dari penyidik Bareskrim Polri.
“Saya kurang tahu, setelah di perlihatkan oleh (penyidik) Bareskrim Polri (baru tahu) majelis,” imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya Yahya mengakui perbuatannya dan meminta maaf.
Ia menyampaikan kata-kata yang diduga memuat materi penistaan itu disampaikan sebagai hanya untuk bahan bercanda.
“Saya tidak mengikuti emosional saya saat itu. Saya pakai hanya sebagai candaan,” jelas dia.
“Ternyata saya terlampau kasar, saya mohon maaf,” sambungnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mendakwa mubalig Muhammad Yahya Waloni telah menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Ujaran kebencian itu Yahya sampaikan saat memberikan ceramah di Masjid Jenderal Sudirman WTC, Jakarta Pusat pada 21 Agustus 2019. Ceramah Yahya juga diunggah di kanal Youtube masjid tersebut dan disaksikan banyak orang.
Jaksa mendakwa Yahya dengan Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU RI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian.
Ia juga didakwa dengan Pasal 156 KUHP mengenai pernyataan yang memuat permusuhan dan kebencian terhadap golongan rakyat Indonesia.