JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pansus BLBI DPD RI kembali akan memanggil CEO Salim Group Anthony Salim alias Liem Hong untuk dimintai penjelasan secara transparan soal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BI).
Ini merupakan panggilan ketiga kalinya untuk pemegang saham Bank Central Asia (BCA) itu setelah mangkir dari 2 kali panggilan sebelumnya.
Ketua Pansus BLBI DPD RI, Bustami Zainudin mengemukakan bahwa pihaknya sudah memanggil beberapa obligor, termasuk Anthony Salim.
Rencananya, Pansus BLBI DPD RI kembali memanggilnya pada 18 Agustus mendatang.
”Pertama, kami sudah memanggil penerima paling besar dari BCA, saudara Anthony Salim. Kita panggil dua kali, tapi tidak hadir. Kita akan panggil lagi yang ketiga di 18 Agustus 2022. Dan kalau dua kali ini (tidak hadir-red) tanpa alasan, kami pun menggunakan kehormatan lembaga ini. Oleh karenanya kita tidak ingin Lembaga DPD tidak ingin dilecehkan oleh saudara Anthony Salim yang sudah dipanggil 2 kali tidak hadir,” tegas senator asal Lampung di Jakarta, Rabu (10/8).
Seperti diberitakan, pada Rabu 10 Agustus 2022, Pansus BLBI DPD RI menggelar rapat pendalaman materi dengan mengundang Fadel Muhammad dan Anthony Salim.
Rapat dihadiri oleh Pansus BLBI yang diketuai Bustami Zainudin, beranggotakan Sukiryanto dan Darmansyah Husein.
Dalam kesempatan ini, hadir Fadel Muhammad di sesi pagi (10.00 WIB – 12.00 WIB), sedangkan Anthony Salim yang diundang untuk sesi siang, tidak hadir dengan alasan sedang di luar negeri.
“Jika tanggal 18 Agustus mendatang dipanggil kembali tidak hadir maka pihaknya memiliki rasa kebersinggungan sebagai lembaga perwakilan daerah yang diberi mandat oleh UUD 1945,” tegasnya.
Bustami menegaskan pemanggilan beberapa obligor BLBI ini berdasarkan rekomendasi BPK RI.
Bahkan Pansus BLBI sudah melakukan rapat dengan lembaga audit negara tersebut.
“Sekali lagi, kami sudah mengundang beberapa obligor yang direkomendasikan oleh BPK. Untuk kami dalam waktu 2 bulan hari ini untuk memberikan rekomendasi kepada negara. Harapannya dalam nota keuangan besok tanggal 16 Agustus 2022 yang dibacakan oleh Bapak Presiden Jokowi, sudah dipikirkan untuk menghilangkan bunga rekap obligasi yang menjadi beban setiap tahun APBN,” tuntut Bustami.
Bustami mengungkapkan pihaknya ingin meminta kejelasan secara gamblang kepada obligor.
Kejelasan ini penting mengingat mereka sudah dibantu negara melalui bailout BLBI dimana rakyat yang menanggung, melalui uang pajak.
Sementara itu, Pansus BLBI DPD RI juga menanyakan beberapa pertanyaan pendalaman terhadap Fadel Muhammad terutama klaim bahwa kasus Bank Intan sudah selesai.
“Apakah Bapak Fadel bisa menjelaskan secara lebih detail dan runut mengenai klaim bapak tersebut?,” tanya Bustami.
Menanggapi hal tersebut, Fadel Muhammad, yang juga Mantan Gubernur Gorontalo mengemukakan pihaknya telah memenangi PK di level MA dalam kasus BLBI Bank Intan.
“Kami sudah memenangkan PK di MA. Kami bawa semua dokumen yang membuktikan bahwa kami sudah memenangi PK. Setelah ini kami akan serahkan kepada Pansus,” tutur Fadel.
Ditempat yang sama Wakil Ketua Pansus BLBI Sukiryanto mengemukakan Pansus BLBI ingin mendapatkan kejelasan soal BLBI ini.
“Kami sebagai lembaga negara, ingin mengungkap kasus BLBI segambalng-gamblangnya. Mengingat kami adalah lembaga (DPD -red) yang tidak ada intervensi dari pihak manapun kami mewakili daerah,” tutur senator asal Kalimantan Barat.
Sukiryanto menambahkan, rakyat memikul beban bunga rekap hutang BLBI yang harus dibayarkan per tahun.
“Dana Rp48 triliun (per Juni 2022-red) bisa dimanfaatkan untuk membangun jembatan di daerah, subsidi,” tegas Sukiryanto.
Selain itu, Sukiryanto mengemukakan bahwa Pansus BLBI DPD RI ini ingin mencari novum baru tindak pidana.
“Kami, Pansus BLBI, akan mencari novum baru agar kasus ini bisa jelas sejelas-jelasnya,” pungkas Sukiryanto.
Darmansyah Husein mengemukakan beberapa data jaminan aset BLBI yang saat ini dipegang oleh Satgas tidak semuanya benar.
“Pertama yang kami dalami jaminan BLBI itu tidak sepenuhnya benar. Bodong, dan ini banyak indikasi pidananya,” terang Darmansyah.
“Kami ingin mengejar angka bunga rekap obligasi, karena kami menilai tidak adil. “Uang Rp48triliun digelontorkan untuk kepentingan konglomerat,” pungkas Darmansyah.