JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua MPR Dr. H. Hidayat Nur Wahid MA (HNW) menyambut hangat kedatangan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang dipimpin langsung oleh Tulus Abadi di ruang kerja, Lt.9, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, 19 Januari 2023. “Selamat datang dengan aman di gedung MPR, Rumah Kebangsaan”, ujarnya.
Kedatangan Tulus Abadi yang didampingi oleh Ketua Pembina YLKI Indah Suksmaningsih, Ketua Pengawas YLKI Husna Zahir, dan beberapa anggota YLKI untuk menyampaikan aspirasi adanya keinginan mereka agar UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen direvisi. “Undang-undang ini lahir sudah lama, di tahun 1999, di masa Presiden B. J. Habibie," ujar Tulus Abadi.
Undang-undang itu menurut Tulus Abadi dirasa sudah ketinggalan jaman sehingga tidak bisa mengakomodir perkembangan masyarakat terutama terkait masalah konsumen. Untuk itu YLKI ingin agar undang-undang tersebut direvisi sehingga mampu menjawab perkembangan masyarakat terkait dengan perlindungan konsumen. “Kedatangan kami di sini untuk menyampaikan aspirasi yang demikian," ujar alumni Universitas Jenderal Sudirman itu.
Menanggap hal yang demikian, HNW mengucapkan terima kasih kepada YLKI yang menyampaikan aspirasi secara langsung kepada wakil Rakyat di MPR. “Saya memberi apresiasi kepada YLKI yang peduli dan selalu menjaga dan memperjuangkan hak-hak konsumen," tutur Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Ketua Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor itu menambahkan sudah banyak kerja dan pikiran yang dilakukan oleh YLKI yang konsisten menjaga dan memperjuangkan hak para konsumen, dan mengingatkan kepada pemerintah akan hak-hak masyarakat terkait perlindungan konsumen.
Dirinya mengakui umur UU Perlindungan Konsumen sudah lama, tahun 1999, sebelum
bergulirnya agenda Reformasi. Diungkapkan, masa reformasi dan sebelumnya adalah masa yang berbeda. Dalam era reformasi, era saat ini, UUD sudah diamandemen, kedaulatan ada di tangan rakyat sesuai pasal 1 ayat (2) UUDNRI 1945. Rakyat lah yang berdaulat, sehingga wajarnya rakyat harus mendapatkan hak-hak mereka seperti soal konsumen dan perlindungannya.
“Jadi di era seperti ini, Rakyat berhak untuk mendapatkan haknya secara penuh termasuk hak mereka sebagai konsumen. Karenanya saya mendukung usulan revisi UU Perlindungan Konsumen yang diinisiasi olh YLKI karena memang banyak perkembangan ditingkat kebijakan negara yang tidak memenuhi prinsip perlindungan konsumen, sementara UUD hasil amandemen banyak memuat ketentuan baru yang menguatkan orientasi pemenuhan hak Konsumen bahkan sebagai bagian dari HAM," tegasnya.
Untuk melakukan revisi undang-undang, dikatakan oleh pria asal Klaten, Jawa Tengah, itu rakyat dan organisasi yang ada di masyarakat bisa mengusulkan perubahan. Usulan perubahan bisa disampaikan kepada fraksi-fraksi partai politik yang ada di DPR. “Fraksi kami, PKS, siap memperjuangkan revisi UU Perlindungan Konsumen," ujarnya. “Nanti kami akan menghubungi Fraksi PKS di DPR. Tapi sebaiknya pihak YLKI juga menghubungi Fraksi2 lainnya di DPR,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, HNW tidak hanya mengapresiasi langkah dan kinerja YLKI. Ia juga menyampaikan kabar kepeduliannya terhadap konsumen, dan karenanya atas nama pribadi telah mengajukan inisiatif rancangan undang-undang tentang bank makanan untuk kesejahteraan sosial. Rancangan undang-undang itu diusulkan berangkat dari keprihatinan dirinya atas laporan besarnya kemubadziran karena pola makan dan mengelola makanan oleh masyarakat yang ada di Indonesia.
Pola makan masyarakat yang ada disebut terlalu berhamburan dan pengelolaannya tidam efektif, sehingga menyisakan sampah dengan jumlah yang tidak sedikit. “Sampah makanan yang tersisa, dalam satu tahun, dilaporka nilainya mencapai lebih dari Rp200 Triliun," ungkapnya.
Bila sisa makanan itu bisa dikelola dengan sehat baik dan benar, nilainya dilaporkan bisa membantu 25 persen dari jumlah orang miskin yang ada di Indonesia.
Indonesia menurut HNW merupakan produsen sampah makanan terbesar kedua di dunia. Negara nomer pertama produsen sampah makanan adalah Arab Saudi. Rancangan undang-undang tersebut menurutnya juga bagian dari perlindungan konsumen. “Sudah masuk prolegnas," tuturnya.
“Meski perjuangan masih panjang sebagaimana perjuangan untuk revisi UU Perlindungan Konsumen, namun demokrasi memberi ruang untuk tetap bisa diupayakan adanya undang-undang bank makanan serta Revisi UU perlindungan konsumen. Dan sinergy serta kolaborasi berbagai pihak dari dalam parlemen maupun dari luarnya, sangat diperlukan, untuk kemaslahatan para Konsumen juga,” pungkasnya.