Oleh Sahlan Ake pada hari Selasa, 28 Mar 2023 - 17:23:56 WIB
Bagikan Berita ini :

Pakar Hukum: Dalam RUU Kesehatan, Jangan Sembarangan Menggunakan Omnibus!

tscom_news_photo_1679999036.jpg
Ilustrasi Alat Kesehatan (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sejumlah pakar hukum di Indonesia tengah menyoroti tren saat ini dalam pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus law. Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Maria Farida Indrati. Dia mengatakan, hukum yang berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh hukum Belanda.

Bahkan masih ada produk hukum Belanda yang usianya sudah ratusan tahun, tapi masih digunakan di Indonesia antara lain KUHP dan KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), serta beberapa UU lain.

Seharusnya, kata dia, semua peraturan warisan Belanda itu diganti sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat terkini. Prof. Maria menyoroti tren saat ini dalam pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus law. Misalnya, UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sekarang diganti Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Beleid itu berdampak pada berbagai ketentuan dalam 78 UU yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. UU Cipta Kerja tidak mengubah seluruh UU terdampak, tapi hanya mengubah sebagian kecil atau beberapa pasal dalam UU tertentu saja.

Persoalannya, jika UU terdampak dalam UU Cipta Kerja itu diubah, apakah pasal yang ada dalam UU Cipta Kerja juga diubah? Prof. Maria sejak awal mengkritik metode omnibus law yang digunakan untuk UU Cipta Kerja.

Menurutnya, metode omnibus law hanya bisa digunakan untuk UU yang memiliki tema atau latar belakang isu yang sama. Persoalan ini hampir serupa dengan berbagai peraturan Belanda yang masih digunakan di Indonesia. Padahal beberapa UU telah diterbitkan, tapi peraturan lamanya tidak dicabut.

Sekarang pemerintah dan DPR juga menggunakan metode omnibus untuk UU lainnya, misalnya RUU Kesehatan. Materi yang diatur dalam RUU Kesehatan juga mirip UU Cipta Kerja yakni ada UU terdampak tidak memiliki tema yang sama. “Pembentukan UU menggunakan omnibus harus benar-benar dikaji jangan sampai UU terdampak menjadi berantakan,” ujarnya.

Prof Maria mengingatkan agar tidak memaksakan beberapa UU yang berbeda tema untuk diubah substansinya melalui mekanisme omnibus law. Membuat UU juga tidak perlu dipaksakan jika memang tidak dibutuhkan.

Senada dengan dia, Dosen FH UI, Fitriani Ahlan Sjarif, menyebut obesitas regulasi muncul karena banyak lembaga yang memilki kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan. Guna meminimalkan regulasi yang berlebihan seharusnya ditentukan mana lembaga yang memiliki kewenangan menerbitkan aturan.

Fitriani menilai omnibus law yang digunakan untuk membentuk UU Cipta Kerja bukan contoh yang baik untuk teknik pembentukan perundang-undangan. UU yang masuk dalam omnibus UU Cipta kerja sangat beragam sama seperti omnibus RUU Kesehatan dimana UU yang masuk tak hanya sektor Kesehatan, tapi juga jaminan sosial.

“Ketimbang menggunakan metode omnibus lebih baik pembentukan UU menggunakan cara yang sederhana, sehingga hasilnya bisa mudah dibaca masyarakat umum,” pungkasnya.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
RAMADHAN SINGGIH
advertisement
RAMADHAN
advertisement
RAMADHAN HERMAN
advertisement
RISEMEDIA
advertisement
IDUL FITRI
advertisement
IDUL FITRI
advertisement
IDUL FITRI
advertisement
IDUL FITRI
advertisement
The Joint Lampung
advertisement