Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Selasa, 22 Agu 2023 - 13:59:10 WIB
Bagikan Berita ini :

Banyak Oknum Polri Lakukan TPKS, DPR: Polisi Harusnya Melindungi Masyarakat

tscom_news_photo_1692687550.jpg
Didik Mukrianto (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi III DPR RI menyoroti banyaknya aksi kekerasan seksual yang dilakukan oknum kepolisian. Aparat penegak hukum didorong menerapakan Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk menangani setiap kasus kekerasan seksual.

"Kita sedang berperang melawan kekerasan seksual yang sudah seperti fenomena gunung es. Polisi harus menjadi yang terdepan mendukung pemberantasan kekerasan seksual, salah satunya adalah dengan menegakkan UU TPKS,” kata Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto, Selasa (22/8/2023).

Seperti diketahui, berbagai kasus kekerasan seksual yang melibatkan oknum kepolisian belakangan banyak terjadi. Terbaru, peristiwa dugaan kekerasan seksual terhadap tahanan perempuan terjadi di sel Polda Sulsel yang dilakukan secara berkali-kali.

Pelaku pelecehan seksual diduga merupakan oknum polisi dengan pangkat Briptu berinisial S yang bertugas di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dittahti) Polda Sulsel. Briptu S disebut melakukan pelecehan seksual terhadap tahanan narkoba perempuan, FM, saat tengah piket jaga.

Didik pun mengecam tindakan tersebut, apalagi dilakukan oleh petugas kepolisian yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat.

"Tidak di mana saja, kekerasan seksual masih terjadi. Bahkan di kantor polisi yang semestinya menjadi tempat paling aman,” tegasnya.

Oleh sebab itu, Didik mendesak agar segala bentuk pidana kekerasan seksual diusut dengan UU TPKS. Sebagai penegak hukum, polisi harus memberikan contoh.

"Ini penting menjadi perhatian karena polisi harusnya taat pada hukum, dan memberikan perlindungan untuk masyarakat. Melakukan pelanggaran juga mencederai martabat profesi,” ungkap Didik.

Banyak pidana kekerasan seksual diketahui masih belum menerapkan UU TPKS karena belum adanya aturan teknis. Didik kembali mengingatkan Pemerintah agar cepat menerbitkan aturan turunan agar UU TPKS bisa lebih efektif.

“UU TPKS bukan hanya efektif terhadap penegakan hukumnya, tapi juga dapat lebih melindungi korban kekerasan seksual dalam berbagai aspek,” sebut Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan hukum tersebut.

Terkait kasus-kasus polisi yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual, Didik mengingatkan soal komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan tidak akan mengkompromikan anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran sekecil apapun itu. Apalagi dalam UU TPKS disebutkan adanya hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dari profesi pelindung maupun pengayom masyarakat.

Profesi yang dimaksud adalah tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban. Hukumannya ditambah 1/3 dari ancaman pidana.

"Tindakan hukum yang tegas harus diambil terhadap anggota kepolisian yang terbukti terlibat dalam tindakan pelecehan seksual. Prosedur hukum harus diikuti dengan cermat dan memastikan perlindungan bagi korban," jelasnya.

Didik meminta pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus pelecehan seksual di Polda Sulsel. Bila terbukti benar, pelaku harus ditindak tegas dan diusut secara pidana.

“Karena tidak cukup hanya dengan saksi etik. Kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan yang melanggar kemerdekaan seseorang, hak asasi manusia. Sekalipun korban berstatus tahanan, bukan berarti ia bisa menerima perlakuan sewenang-wenang,” ujar Didik.

Soal masih lemahnya penerapan UU TPKS, Didik juga menyoroti peristiwa kekerasan seksual lain yang juga terjadi di lingkungan kepolisian. Seorang perwira berpangkat AKP terbukti bersalah melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap dua anak di bawah umur.

Meski begitu, anggota Polda Kalimatan Barat (Kalbar) tersebut hanya dijatuhi vonis hukuman 2 bulan penjara. Banyak pihak yang mengkritik keputusan pengadilan, terutama karena kekerasan seksual yang dilakukan sang AKP dilakukan di kantor polisi.

"Jadi penting sekali adanya keberanian dari aparat penegak hukum dalam menerapkan UU TPKS bagi pelaku. Tidak terkecuali bagi oknum polisi," ungkap Didik.

Berkaca pada hal tersebut, Legislator dari Dapil Jawa Timur IX ini menyayangkan implementasi UU TPKS yang masih tidak digunakan dalam rujukan penerapan hukuman dalam kasus kekerasan seksual. Terutama, kata Didik, banyak korban kekerasan datang dari kaum perempuan dan anak.

"Bukan hanya melanggar HAM dan hak perempuan, kekerasan seksual pada kasus ini juga melibatkan anak-anak di bawah umur. Mestinya ada pemberat hukuman bagi pelaku,” ungkap Anggota Banggar DPR RI itu.

Lebih lanjut, Didik menekankan pentingnya kesadaran dari setiap stakeholder terhadap perlindungan bagi perempuan dan anak dari kekerasan seksual. Mengingat, perempuan dan anak paling banyak menjadi korban kekerasan seksual.

"Negara bertanggung jawab melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual dan penyalahgunaan kewenangan akibat ketimpangan kuasa dari konstruksi gender yang tidak setara,” papar Didik.

“Butuh keseriusan untuk kita membasmi bentuk-bentuk kekerasan seksual yang sudah darurat di Indonesia," tambahnya.

Didik berharap setiap perempuan dapat merdeka dari segala tindak kekerasan seksual. Oleh karenanya, Negara harus menjadi garda terdepan dalam menjaga harkat dan martabat seorang perempuan.

"Kita semua berharap Negara hadir dalam menjamin kemerdekaan perempuan khususnya dari tindakan kekerasan seksual. Setiap perempuan harus bebas dan merdeka dari kekerasan seksual, apapun statusnya,” pungkas Didik.

tag: #didik-mukrianto  #partai-demokrat  #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement