Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Kamis, 09 Nov 2023 - 18:43:05 WIB
Bagikan Berita ini :

Komisi II DPR Dorong Adanya Kebijakan Transisi untuk Jamin Nasib Jutaan Tenaga Honorer

tscom_news_photo_1699530185.jpg
Mardani Ali Sera (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi II DPR RI menyinggung soal perlunya penerapan kebijakan transisi usai Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) resmi diundangkan pada 31 Oktober lalu. Hal ini terkait dengan tenaga honorer yang resmi akan dihapus pada akhir 2024 setelah UU ini berlaku.

"Untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik, penataan ASN dan tenaga honorer diatur dalam UU No 20 tahun 2023. Dalam hal tenaga honorer, penting diberlakukannya beberapa kebijakan transisi agar penataannya dapat berjalan dengan efektif sehingga nasib tenaga honorer semakin terjamin,” kata anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, Kamis (9/11/2023).

Salah satu hal krusial yang diatur dalam UU ASN yang baru menyangkut penataan tenaga kerja non-Aparatur Sipil Negara (ASN) alias tenaga honorer. Selain itu, dalam UU tersebut juga menetapkan batas waktu hingga Desember 2024 untuk penataan tenaga honorer, yang tidak boleh dipecat meski status honorer nantinya akan dihapuskan.

Mardani pun menekankan pendataan yang teliti terhadap tenaga honorer sehingga status kepegawaian mereka akan tetap terjamin saat penghapusan tenaga honorer dilakukan. Tentunya dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk lamanya pegawai tersebut bekerja hingga peningkatan kesejahteraan eks tenaga honorer.

Saat ini Badan Kepegawaian Negara (BKN) sedang mengolah data 2,3 juta tenaga honorer untuk dinilai mana yang memenuhi syarat menjadi PPPK atau CPNS.

"Kebijakan transisi diperlukan untuk memastikan bahwa penghapusan status tenaga honorer tidak merugikan mereka yang telah mengabdi lama. Karena ini adalah amanat dari UU ASN yang telah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu," ucapnya.

“Perjelas proses transisi para tenaga honorer ini. Jangan sampai karena missed di masalah teknis, nasib mereka jadi tidak jelas,” lanjut Mardani.

Legislator dari Dapil DKI Jakarta I ini menambahkan, kebijakan penghapusan tenaga honorer harus diikuti dengan langkah-langkah konkret untuk memastikan ketersediaan posisi bagi mereka yang sebelumnya merupakan tenaga honorer. Mardani mengingatkan, Pemerintah harus menyiapkan tempat kerja baru bagi mantan pegawai honorer.

"Pemerintah juga perlu memastikan bahwa penghapusan tenaga honorer tidak akan mengganggu pelayanan publik akibat kurangnya personel memadai untuk menangani tugas-tugas yang sebelumnya mereka kerjakan," sebutnya.

Mengenai nasib tenaga honorer, UU ASN mengamanatkan dibuatnya peraturan pelaksana paling lama 6 bulan terhitung sejak UU diundangkan.

“Aturan teknis ini harus pro terhadap para tenaga honorer. Dengan begitu, nasib mereka menjadi terjamin saat kebijakan penghapusan tenaga honorer berlaku. Apabila sampai akhir 2024 ada yang belum memiliki kepastian tempat kerja baru, maka hal itu harus diatur dalam kebijakan transisi,” papar Mardani.

Lebih lanjut, Pemerintah diingatkan untuk mendahulukan opsi penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diambil dari tenaga honorer. Mardani mengatakan, Pemerintah bisa mengisi kebutuhan PPPK sesuai spesifikasi tenaga honorer atau bidang pengalamannya bekerja selama ini.

"Ditambah juga dengan pemberian pelatihan dan peningkatan keterampilan bagi tenaga honorer agar dapat memenuhi kualifikasi terhadap penempatan para tenaga honorer, baik sebagai PNS maupun PPPK,” ungkapnya.

Di sisi lain, Mardani mendorong Pemerintah untuk memastikan bahwa tidak ada penurunan pendapatan bagi tenaga honorer di posisinya yang baru. Pemerintah diingatkan agar memberikan jaminan kesejahteraan yang layak bagi seluruh abdi negara.

"Sejalan dengan Peraturan Pemerintah, bahwa tidak boleh ada penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini," tukas Mardani.

Mardani pun mewanti-wanti Pemerintah agar mengawasi betul proses pemutihan 2,3 tenaga honorer. Ia menyoroti bagaimana proses verifikasi seleksi ASN dan PPPK sering ‘disusupi’ oleh orang titipan pejabat yang sering tidak tercatat di Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"Ini juga akan mengurangi dampak relasi kuasa yang kemungkinan berpengaruh dalam pengangkatan PPPK. Sebab yang utama ialah para honorer tersebut," ujarnya.

Mardani berharap, dengan adanya penataan ASN yang dibarengi dengan penghapusan honorer bisa memberikan dampak positif bagi pelayanan ke masyarakat. Apalagi selama ini banyak citra kurang baik menyangkut kinerja ASN di mata publik.

"Kami di DPR yakin bahwa kita dapat mengatasi tantangan ini dengan bijaksana. Apalagi dalam UU ASN banyak diatur mengenai peningkatan kualitas dari SDM ASN," tutup Mardani.

tag: #dpr  #mardani-ali-sera  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement