JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sheikh Hasina, 76 Tahun, tidak menduga ketika dia bangun pagi di hari itu, 5 Agustus 2024, dia mesti terburu-buru dan panik bersama adik perempuannya terbang dengan helikopter meninggalkan Bangladesh, menghindari serbuan rakyatnya sendiri yang marah.
Sheikh Hasina baru beberapa bulan sebelumnya memenangkan Pemilu Bangkadesh dengan kemenangan mutlak 80%. Pemilu yang di boikot oleh partai-partai oposisi utama di Bangladesh.
Sebagai seorang Perdana Menteri, Sheikh Hasina terbikang sukses dalam membangkitkan perekonomian Bangladesh. Jutaan orang terbebas dari jeratan kemiskinan.
Setelah Pandemi, pertumbuhan ekonomi Bangladesh adalah salah satu yang terbaik di dunia. Tumbuh rata-rata diatas 7%. Pertumbuhan rata-rata yang fantastis ini dicapai melalui upaya kerasnya dalam menata ulang struktur perekonomian Bangladesh dalam kurun 15 tahun masa kedua kekuasaannya, dari tahun 2009-2024.
Bangladesh adalah negeri yang sejak memerdekakan diri dari Pakistan ditahun 1971, dipenuhi dengan ketidak stabilan politik, diguncang oleh berbagai kekerasan politik yang menewaskan ribuan orang dan dua orang pemimpinnya. Secara ekonomi, negeri ini adalah pariah dan salahsatu negara miskin didunia.
Sheikh Hasina sendiri adalah seorang pemimpin politik tangguh yang telah melewati berbagai prahara politik. Bapaknya, Sheikh Mujibur Rahman adalah Presiden Bangkadesh pertama. Sheikh Hasina sedang berada di Eropa ketika Militer Bangladesh menyerbu rumahnya dan membunuh Bapak dan sebagian anggota keluarganya.
Dia hidup untuk beberapa waktu sebagai “exile” di negara lain, dan kemudian kembali ke Bangladesh untuk memulai karierpolitiknya hingga dia berhasil menjadi PM ditahun 1996-2001 dan terpilih kembali ditahun 2009.
Pengalamannya ini membuat Sheikh Hasina meyakini bahwa sumber ketidakstabilan Bangladesh adalah dikarenakan kemiskinan yang menghimpit rakyatnya, dan kemiskinan itu sendiri adalah hasil dari ketidakstabilan politik Bangladesh.
Sejak berkuasa kembali untuk yang kedua kalinya ditahun 2009, Sheikh Hasina menjadikan pembangunan Ekonomi sebagai fokus utama kepemimpinannya. Kepercayaannya terhadap keniscayaan stabilitas politik untuk pembanguna. ekonomi menyebabkan dia memutuskan untuk mengeradikasi sumber-sumber ketidakstabilan politik itu.
Sejak 2009 ia mulai melnacarkan kampanye untuk menaklukan lawan-lawan politik. Kampanye itu dimulai dengan kelompok politik Islam yang digawangi oleh Jemaat Islami, Partai Politik Islam yang di ilhami oleh Abul A’la Al Maududi.
Kampanyenya ini medapat dukungan diam dari Barat yang saat itu sedang melihat kelompok-kelompok Islam swbagai ancaman global. Dan yang lebih penting lagi, dia mendapat dukungan penuh dari negara tetangganya, India, yang juga melihat keberadaan kelompok itu di Bangladesh sebagai ancaman asymetrik bagi India.
Kendati mengalami perlawan keras, dengan dukungan kuat aparat keamanan negara dan militer Bangladesh ditambah dukungan massa rakyat Bangladesh yang lelah dengan kemiskinan dan kekacauan politik. Kampanyenya ini membuahkan hasil.
Dengan modal keberhasilan ini, ditambah meluasnya dukungan rakyat Bangladesh yang melihat upayanya dldalam memulihkan perekonomian, Sheikh Hasina kemudian mulai memperluas kampanye politiknya.
Keberhasilan kebijakan ekonominya ditopang oleh arus besar investasi dari India yang menganggapnya sebagai partner yang dapat diandalkan. Bangladesh memperoleh berkah besar dari realokasi industri tekstil dari berbagai negara dan terutama ditopang okeh India yang mendorong usahawan India untuk menjadikan Bangladesh sebagai basis industri tekstil mereka yang baru.
Keberhasilan ini membuat Sheikh Hasina memperluas kampanye politiknya untuk memberangus kekuatan oposisi terhadapnya. Intelektual, Jurnalis dan Banyak Aktivis menjadi korban berikutnya. Banyak diantaranya dipenjarakan atau melarikan diri keluar Bangladesh.
Puncaknya adalah dia melancarkan kebijakan politik untuk mengisolasi dan menghancurkan dan memenjarakan rival utamanya, Begum Khaleda Zia, Seorang pemimpin politik kuat , Mantan Perdana Menteri dan janda mantan presiden Bangladesh yang tewas terbunuh, Ziaur Rahman.
Sempurna sudah konsolidasi kekuasaan Sheikh Hasina. Ekonomi Bangladesh meroket, cengkaramannya terhadap kekuasaan birokrasi kuat, militer dan aparat keamanan berada dalam kontrol penuhnya. Bahkan, kelompok ulama dan institusi keagamaan di Bangladesh pun tak kuasa melawan kharisma dan daya gentarnya.
Tapi sebagaimana sejarah mengajarkan, justru di puncak kekuasaan ini segalanya bermula.
Tindakannya terhadap lawan-lawan politiknya menyebabkan meningkatnya apatisme politik publik. Dipermukaan tampaknya ini dibaca sebagai kemenangan penguasa. Yang terjadi justru sebaliknya, apatisme ini perlahan-lahan bermetamorfosis menjadi silent disobedience (ketidak patuhan diam-diam).
Ekspresi ketidak patuhan ini kadang-kadang muncul sebagai gerakan protes kecil-kecil yang mudah diberangus.
Contoh mencolok dari wujud dari silent disobedience nampak dalam pemilu di tahun 2024 yang dimenangkan mutlak oleh Sheikh Hasina. Partisipasi pemilih sangat rendah dikarenakan calon-calon yng dimajukan adalah calon-calon koalisi penguasa. Sementara calon oposisi yang berniat maju terpaksa tidak terlibat dikarenakan gugurnya mereka di persyaratan kandidat.
Masyarakat Bangladesh secara diam-diam terpisah diametral; antara mereka yang euphoria dengan kecanggihan konsolidasi kekuasaan dan mereka yang diam-diam memelihara ketidakpatuhannya.
Tragedi itupun bermula. Dipuncak kegemilangan kekuasaanya, Sheikh Hasina, mengeluarkan suatu kebijakan yang berbau patriotis. Mengalokasikan 30% lowongan pekerjaan negara kepada keturunan veteran Bangladesh.
kebijakan yang nampaknya patriotis ini memicu reaksi keras dari kalangan muda Bangladesh yang digawangi kalangan kampus. Mereka berdemonstrasidan juga menempuh jalur hukum. Kedua-duanya dihadapi dengan sangat keras dan brutal. mereka yang berdemonstrasi, ditangkap, dipukuli dan bahkan tewas terbunuh. Sementara Mahkamah Agung Bangladeesh mengesahkan kebijakan itu.
Rupa-rupanya, tindakan represif aparat keamanan yang brutal dan jumawa ini, ditambah lagi dengan dukungan putusan mahkamah agung bangladesh menemukan “rallying point” bagi kalangan rakyat bangladesh yang selama ini diam-diam tidak patuh. Unjuk Rasa meluas.
Upaya pemerintah menciptakan demonstrasi tandingan dilumat oleh ledakan dukungan rakyat bangladesh kepada apa yang mulanya adalah keresahan terhadap suatu kebijakan pemerintah. Gerakan Mahasiswa dan Rakyat Bangladesh beruhab menjadi prahara politik bagi penguasa twrluat dalam sejarah Bangladesh.
Manusia, meminjam istilah almarhum Prof.Soedjatmoko, adalah makhluk otonom. Manusia akan merasa terancam manakala ke-otonom-annya diusik. Setiap upaya untuk mengontrol dan apatah lagi memberangus otonomi manusia akan menimbulkan reaksi balik yang hebat. itu adalah serangan langsung terhadap kemerdekaan dan rasa keadilannya yang paling asasi.
Benarlah penggalan kata-kata “sang orang tua” dalam Old Man and The Sea ( Ernest Hemingway); “ Man is not made for defeated. Man can be destroyed, but not defeated..” ( Manusia tidak dibuat agar ditaklukkan. Manusia bisa dihancurkan tapi tidak bisa dikalahkan ). Wallahu ‘alam.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #