JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengkritik rencana Pemerintah yang akan mengeluarkan aturan baru soal pemotongan gaji karyawan untuk program pensiun tambahan wajib. Pemerintah pun diminta untuk tidak terburu-buru menerapkan aturan terkait hal ini mengingat karyawan sudah banyak menanggung potongan wajib lainnya.
“Saat ini gaji pegawai swasta sudah dipotong untuk membayar Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan, untuk PNS dipotong Taspen dan TNI/Polri dipotong Asabri. Itu saja sudah cukup berat,” ungkap Netty Prasetiyani Aher, Selasa (10/9/2024).
“Jika ditambah potongan dana pensiun lainnya, ini bakal mencekik ekonomi rakyat berpenghasilan rendah,” sambungnya.
Rencana pemotongan gaji karyawan untuk program pensiun tambahan wajib ini berawal dari pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengklaim calon beleid tersebut merupakan amanat dari UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau P2SK.
Aturan yang dimaksud tepatnya adalah Pasal 189 ayat 4 UU P2SK yang menyatakan bahwa Pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib di luar program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang sudah ada melalui BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, serta sistem jaminan sosial nasional lainnya.
OJK juga menyatakan program pensiun wajib baru itu dapat meningkatkan manfaat uang pensiunan yang didapat karyawan mengingat selama ini para pensiunan hanya menerima manfaat dana pensiun sekitar 10-15 persen dari gaji terakhir mereka sementara standar dari International Labour Organization (ILO) berada jauh lebih tinggi, yakni mencapai 40 persen.
Meskipun ILO mengatur manfaat pensiun idealnya diterima 40 persen, menurut Netty, Pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi perekonomian setiap negara yang berbeda. Ia mengatakan, standar ILO tidak bisa serta merta membuat tambahan potongan gaji lagi untuk dana pensiun pegawai.
“Pemerintah harus juga mempertimbangkan konteks upah di Indonesia yang kenaikannya tidak berbanding lurus dengan kenaikan kebutuhan hidup,” jelas Netty.
“Jangan sampai karena memprioritaskan dana pensiun yang dinikmati di hari tua tapi dana untuk kebutuhan sehari-hari malah berkurang. Kondisi ini bakal menurunkan daya beli masyarakat,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Barat VIII itu.
Program potongan gaji karyawan untuk dana pensiun tambahan ini disebut masih dalam penggodokan lewat penerbitan Peraturan Pemerintah (PP). Nantinya OJK akan bertindak sebagai pengawas dalam harmonisasi seluruh program pensiunan.
Komisi IX DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan tersebut mengingatkan Pemerintah agar tidak buru-buru dalam menerapkan aturan. Pemerintah juga diminta untuk meluruskan niat dalam setiap pengambilan kebijakan terkait pengumpulan dana dari masyarakat secara transparan.
"Pastikan kebijakan berangkat dari ide memberikan kesejahteraan pada rakyat, bukan sebaliknya,” tegas Netty.
“Jangan sampai ada ide pengumpulan dana masyarakat untuk kepentingan mendesak Pemerintah, misal untuk membayar utang negara yang jatuh tempo,” lanjutnya.
Netty pun menyoroti masih banyaknya praktik-praktik kecurangan dalam pengelolaan dana pensiun sehingga masyarakat tidak betul-betul menerima penuh dana pensiun dari total potongan gaji selama mereka bekerja. Untuk itu, ia menilai sebaiknya Pemerintah fokus memperbaiki pengelolaan dana pensiun yang sudah ada dari pada membuat program baru.
“Misalnya menindak tegas adanya praktik jahat di lembaga-lembaga pengelola dana pensiun yang banyak dikeluhkan masyarakat. Seperti tentang tidak cairnya seratus persen atau tak sesuai aturan dana pensiun," ungkap Netty.
Menurut Netty, kasus-kasus korupsi di lembaga pengelola dana pensiun seperti Taspen merupakan bukti masih banyak persoalan yang harus dibenahi dalam pengelolaan dana pensiun.
"Program yang ada saja belum terkelola dengan baik, bagaimana mau ditambah program baru. Jangan sampai jadi ajang korupsi lagi,” pungkasnya.