Oleh M. Said Didu pada hari Jumat, 27 Des 2024 - 12:46:01 WIB
Bagikan Berita ini :

Rempang yang Kau Rampok

tscom_news_photo_1735278361.jpg
(Sumber foto : )

Pulau Rempang, yang sejak abad ke-19 dihuni oleh masyarakat Melayu Galang, Orang Darat, dan Orang Laut, kini menjadi pusat kontroversi setelah diusulkan sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Dengan sejarah heroisme melawan penjajahan Belanda, Rempang bukan sekadar pulau, tetapi simbol perjuangan dan identitas bagi masyarakat setempat.

Namun, kebijakan pemerintah baru-baru ini mengancam keberlangsungan kehidupan mereka. Dasar hukum proyek ini, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menko Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023, menetapkan pembangunan Rempang Eco City sebagai PSN, yang diinisiasi oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan milik Tommy Winata. Proyek ini bahkan melibatkan investor China, sebagaimana ditegaskan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani di Chengdu, China, pada Juli 2023, di hadapan Presiden Joko Widodo dan Presiden Xi Jinping.

Potensi Strategis Rempang

Pulau Rempang yang memiliki luas sekitar 16.500 hektare terletak di antara Selat Malaka dan Laut China Selatan. Selain posisi strategisnya, pulau ini kaya akan pasir kuarsa yang menjadi bahan utama dalam pembuatan kaca dan panel surya. Namun, dari total luas pulau, sekitar 7.572 hektare disebut-sebut dapat dimanfaatkan untuk lahan industri dan perumahan, sementara sisanya adalah kawasan hutan.

Meski demikian, pertanyaan mendasar muncul: mengapa seluruh pulau harus dikosongkan dari penduduk lokal, padahal untuk pembangunan pabrik atau industri hanya membutuhkan lahan sekitar 10 hingga 20 hektare?

Dampak Kebijakan dan Pengabaian Rakyat Lokal

Kebijakan pemerintah untuk mengosongkan Rempang dalam waktu singkat telah memicu kontroversi. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bahkan menyatakan bahwa Rempang harus dikosongkan dalam sebulan, sebuah pernyataan yang dinilai tidak mempertimbangkan hak-hak dasar masyarakat.

Penduduk lokal, yang telah mendiami pulau ini sejak sebelum Indonesia merdeka, tidak memiliki dokumen kepemilikan tanah resmi. Namun, di sisi lain, PT MEG dan perusahaan China yang akan mengelola proyek ini juga tidak memiliki dokumen serupa. Dalam situasi ini, tanggung jawab negara seharusnya adalah memberikan kepastian hukum kepada rakyat, bukan malah mengusir mereka.

Ironisnya, kantor camat yang seharusnya menjadi pusat pelayanan masyarakat kini dilaporkan telah berubah fungsi menjadi kantor PT MEG. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah seolah-olah telah melepaskan tanggung jawabnya terhadap rakyat di Rempang.

Ganti Rugi yang Tidak Adil

Ganti rugi bagi masyarakat yang bersedia dipindahkan dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2023 tentang Penanganan Dampak Sosial dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional. Namun, pendanaan ganti rugi ini bersumber dari APBN atau APBD, yang berarti menggunakan uang rakyat. Hal ini dinilai tidak adil karena masyarakat yang kehilangan tanah dan rumah mereka justru harus menerima ganti rugi dari sumber dana publik, bukan dari perusahaan yang mengambil alih lahan tersebut.

Pertanyaan yang Perlu Dijawab

Ada sejumlah pertanyaan mendasar yang perlu dijawab oleh pemerintah terkait proyek ini:

1. Mengapa penduduk lokal yang telah mendiami Rempang sejak sebelum Indonesia merdeka tidak diberikan hak atas tanah, sementara perusahaan yang jelas-jelas baru masuk diberikan akses luas terhadap pulau ini?


2. Mengapa seluruh pulau harus dikosongkan, padahal kebutuhan lahan untuk pabrik hanya sedikit? Apakah ada agenda tersembunyi yang berkaitan dengan penguasaan Selat Malaka dan Laut China Selatan?


3. Mengapa kantor pemerintahan di Rempang seperti kantor camat dilaporkan telah berubah menjadi kantor PT MEG? Apakah ini menunjukkan pemerintah benar-benar meninggalkan rakyatnya?


4. Mengapa ganti rugi untuk masyarakat yang kehilangan rumah dan tanah mereka harus bersumber dari APBN atau APBD, bukan dari investor atau perusahaan yang akan mengambil alih lahan tersebut?

Rempang Harus Diselamatkan

Rempang bukan sekadar pulau, melainkan simbol perjuangan dan identitas rakyat yang telah mendiami wilayah tersebut selama lebih dari satu abad. Jika pemerintah terus melanjutkan kebijakan ini tanpa mempertimbangkan hak-hak masyarakat setempat, maka hal ini tidak hanya akan menciptakan ketidakadilan sosial tetapi juga mencoreng komitmen negara terhadap perlindungan hak asasi manusia.

Kini, perjuangan untuk menyelamatkan Rempang adalah perjuangan untuk keadilan, hak atas tanah, dan kedaulatan rakyat. Masyarakat, akademisi, dan aktivis di seluruh Indonesia perlu bersuara agar sejarah tidak mencatat ini sebagai satu lagi babak kelam dalam perjalanan bangsa.

Muhammad Said Didu
Aktivis dan Pengamat KebijakanPublik

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Analisis Komprehensif: Reformasi dan Harapan Baru di Era Presiden Prabowo

Oleh Tim Teropong Senayan
pada hari Jumat, 27 Des 2024
1. Kapasitas APBN: Peluang dan Tantangan APBN 2025 diperkirakan akan menghadapi tekanan besar, terutama dari aspek pembiayaan dan prioritas alokasi. Beberapa tantangan utama mencakup: 1. Beban ...
Opini

PPI: Reformasi dan Harapan Baru di Era Presiden Prabowo

Jakarta – Ketua Umum Poros Pemuda Indonesia (PPI), Muhlis Ali, menegaskan bahwa perjalanan reformasi Indonesia sejak 1998 telah mencapai banyak kemajuan, tetapi masih menyisakan berbagai ...