JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pengusaha terkenal, Ted Sioeng, dipidana dalam kasus penipuan dan penggelapan. Ted Sioeng yang kini berusia 79 tahun dituduh menyalahgunaan kredit yang diberikan oleh sebuah bank dalam jumlah besar.
Pada tahun 2016, Ted Sioeng mengajukan permohonan kredit sebesar Rp70 miliar kepada Bank Mayapada. Pihak bank, yang tidak melakukan verifikasi berkas secara teliti sesuai dengan prosedur yang berlaku, menyetujui permohonan tersebut. Setelah itu, plafon pinjaman ditambah dan diperpanjang selama beberapa tahun, karena pembayaran kredit dilakukan tepat waktu. Namun, pada tahun ke-9, kredit yang semula berjalan lancar akhirnya macet.
Mayapada yang merasa dirugikan kemudian menggugat Ted Sioeng dengan mengajukan permohonan pailit. Gugatan ini didasarkan pada kegagalan Ted Sioeng dalam memenuhi kewajiban pembayaran yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kredit. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menetapkan Sioengs Group pailit lewat putusan 55/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst
Pada saat yang sama, masalah hukum semakin kompleks dengan adanya laporan mengenai dugaan penyalahgunaan dana kredit yang tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Mayapada melaporkan Ted Sioeng atas dugaan penipuan dan penggelapan, dengan alasan bahwa dana kredit yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan tujuan yang telah disepakati dalam perjanjian kredit.
Ted Sioeng sempat mengungkapkan aliran dana dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengajuan kredit yang telah disetujui oleh bank. Meskipun demikian, penyidik mengaku belum memeriksa nama-nama yang disebutkan dalam BAP oleh Ted Sioeng. Ted Sioeng pun menjadi tersangka dan kini sedang bersidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ahli hukum pidana dari UII Mudzakkir juga menyampaikan Ted Sioeng tidak bisa dipidanakan dengan tuduhan penggelapan dan penipuan. Menurut Mudzakkir, jika proses gugatan perdata sudah inkracht, sudah ada putusan demikian juga dikatakan kepailitan sudah inkracht, semuanya sudah selesai.
Mudzakkir menegaskan bahwa prinsip dasar dalam sistem hukum adalah bahwa setiap perbuatan hukum harus jelas dan hanya masuk dalam satu ranah hukum. Menurut Mudzakkir, jika suatu masalah terkait perjanjian kredit, maka penyelesaiannya harus dilakukan berdasarkan hukum kontrak atau hukum perjanjian kredit yang berlaku.
Ia menjelaskan bahwa dalam hal ini, perbuatan yang terjadi tetap berada dalam ranah hukum perdata, khususnya terkait dengan kewajiban yang diatur dalam kontrak kredit. Sebagai contoh, jika kredit macet atau terjadi wanprestasi, maka penyelesaian masalah tersebut harus dilakukan berdasarkan hukum kontrak yang telah disepakati antara kedua belah pihak.
"Prinsipnya adalah satu perbuatan hukum hanya bisa masuk dalam satu bidang hukum. Jika perjanjian kredit, ya diselesaikan dengan hukum kontrak. Tidak bisa perjanjian kredit yang bermasalah kemudian ditarik ke ranah pidana," ujar Mudzakkir.
Mudzakkir juga menekankan bahwa meskipun terdapat dugaan penipuan atau penggelapan terkait perjanjian kredit, hal tersebut tidak bisa langsung diproses dalam ranah pidana. Penyelesaian harus tetap mengacu pada hukum perdata dan hukum kontrak, sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. Dalam hal wanprestasi, mekanisme penyelesaian yang tepat adalah melalui hukum kontrak, bukan dengan cara mempidanakan seseorang yang sedang berkontrak.
Ia juga memperingatkan agar tidak ada penyalahgunaan sistem hukum pidana untuk tujuan lain, seperti untuk kepentingan pribadi atau menjadi debt collector.
"Jangan sampai dalam praktik hukum pidana digunakan untuk kepentingan lain, yang ujungnya merangkap sebagai debt collector. Itu tidak boleh. Harus jelas dan tepat dalam penerapan hukum pidana," tambahnya.
Lebih lanjut, Mudzakkir menegaskan bahwa dalam sistem hukum, tidak ada istilah satu perbuatan hukum yang bisa sekaligus masuk dalam hukum perdata dan pidana. Semua harus diselesaikan berdasarkan ranah hukum yang sesuai, agar tidak terjadi kebingungan dan penyalahgunaan sistem hukum.
Mudzakkir menekankan pentingnya untuk menjaga kejelasan dalam penerapan hukum, sehingga setiap persoalan dapat diselesaikan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku tanpa ada tumpang tindih antar bidang hukum.