Oleh Ariady Achmad | Mantan Anggota DPR RI PRIODE 1997-2004. pada hari Jumat, 07 Mar 2025 - 10:19:55 WIB
Bagikan Berita ini :

Mega Korupsi Pertamina dan Ujian Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo

tscom_news_photo_1741317595.jpg
(Sumber foto : )


Dugaan mega korupsi di Pertamina yang ditaksir merugikan negara hingga Rp1 kuadriliun mengejutkan publik dan semakin menggerus kepercayaan masyarakat terhadap BUMN strategis ini. Lebih dari sekadar skandal keuangan, kasus ini menjadi ujian besar bagi sistem hukum dan tata kelola negara. Jika tidak ditindak dengan tegas, korupsi dalam skala besar seperti ini akan terus berulang dan menghambat pembangunan nasional.

Namun, pertanyaan mendasarnya tetap sama: Siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah Presiden Joko Widodo dan para menterinya benar-benar tidak mengetahui praktik ini? Dan, beranikah Presiden Prabowo Subianto menyikat habis para koruptor di Pertamina?

Dugaan Mega Korupsi Pertamina: Modus dan Dampaknya

Kejaksaan Agung mengungkap bahwa praktik korupsi ini terjadi antara tahun 2018 hingga 2023, dengan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun per tahun. Jika diakumulasi selama lima tahun, total potensi kerugian negara mendekati Rp1 kuadriliun. Dugaan skema korupsi meliputi manipulasi impor minyak mentah dan produk kilang, termasuk penggelembungan volume impor serta penetapan harga yang tidak sesuai dengan kualitas bahan bakar.

Kasus ini tidak hanya mengancam keuangan negara, tetapi juga berdampak besar pada iklim investasi di sektor energi. Ketika investor melihat betapa rentannya tata kelola di Pertamina terhadap praktik korupsi, kepercayaan terhadap stabilitas bisnis di Indonesia akan semakin melemah.

Apakah Pemerintahan Jokowi Tidak Mengetahui?

Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah apakah Presiden Joko Widodo dan para menterinya benar-benar tidak mengetahui adanya praktik korupsi berskala besar ini? Mengingat Pertamina merupakan BUMN strategis yang berada di bawah pengawasan langsung pemerintah, sulit untuk membayangkan bahwa skandal ini berlangsung tanpa sepengetahuan pejabat tinggi negara.

Jika benar pemerintah tidak mengetahui, maka ini menunjukkan kelemahan pengawasan dan sistem hukum yang longgar. Namun, jika mereka mengetahui tetapi tidak bertindak, maka ada dua kemungkinan: pembiaran atau bahkan keterlibatan dari lingkaran kekuasaan.

Kasus "Papa Minta Saham" dan Implikasi bagi Pemberantasan Korupsi

Kasus mega korupsi di Pertamina mengingatkan kita pada skandal besar lainnya di sektor energi, yaitu kasus "Papa Minta Saham" pada 2015. Saat itu, Menteri ESDM Sudirman Said mengungkap bahwa Ketua DPR Setya Novanto mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam negosiasi dengan PT Freeport Indonesia untuk meminta saham sebagai imbalan perpanjangan kontrak.

Keberanian Sudirman Said melaporkan kasus ini ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memang mengungkap praktik kotor elite politik, tetapi ironisnya, ia justru dicopot dari jabatannya dalam reshuffle kabinet 2016. Kasus ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia sering kali berbenturan dengan kepentingan politik dan oligarki yang menguasai sumber daya negara.

Beranikah Prabowo Membersihkan Pertamina?

Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan selalu memberikan sinyal kuat bahwa ia akan serius dalam pemberantasan korupsi. Sejak masa kampanye hingga setelah terpilih sebagai presiden, ia kerap menegaskan bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa yang harus diberantas.

Beberapa sinyal yang diberikan Prabowo dalam pemberantasan korupsi meliputi:

Retorika Keras terhadap Koruptor
Prabowo berulang kali menyatakan bahwa korupsi harus diberantas hingga ke akar-akarnya dan tidak boleh dibiarkan merusak bangsa.
Dukungan terhadap KPK dan Aparat Penegak Hukum
Ia menegaskan bahwa lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian harus dibiarkan bekerja tanpa intervensi politik dalam menindak kasus-kasus besar.
Reformasi BUMN dan Birokrasi
Prabowo ingin memastikan bahwa tata kelola BUMN seperti Pertamina lebih transparan dan profesional, agar tidak menjadi lahan subur bagi praktik korupsi.
Pendekatan "Pengampunan" bagi Koruptor yang Mengembalikan Aset
Salah satu strategi yang ia usulkan adalah memberikan pengampunan bagi koruptor yang bersedia mengembalikan aset negara. Meski ide ini kontroversial, Prabowo meyakini bahwa pendekatan ini bisa mempercepat pemulihan keuangan negara.

Namun, tantangan terbesarnya adalah: Apakah Prabowo benar-benar akan menindak semua pihak yang terlibat, termasuk jika ada tokoh dari lingkaran kekuasaannya sendiri?

Jika pemberantasan korupsi hanya selektif dan tidak menyentuh aktor-aktor besar, maka kepercayaan publik terhadap pemerintahannya akan runtuh.

Pemberantasan Korupsi Harus Dimulai dari Kepala Negara

Seperti yang terjadi dalam kasus "Papa Minta Saham," reformasi di sektor energi dan BUMN tidak akan berhasil jika kepala negara sendiri tidak menunjukkan keteladanan dan keberanian. Jika Prabowo ingin membangun warisan sebagai pemimpin yang berhasil menumpas korupsi, maka langkah-langkah berikut harus segera dilakukan:

Audit Transparan dan Independen
Pemerintah harus melakukan audit menyeluruh terhadap transaksi impor dan distribusi BBM dalam lima tahun terakhir, dengan hasil yang dipublikasikan secara terbuka.


Reformasi Tata Kelola BUMN Energi
Sistem pengawasan di Pertamina dan BUMN lain harus diperketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.


Pemberlakuan RUU Pembuktian Terbalik
Regulasi ini akan menjadi instrumen hukum yang efektif untuk menindak pejabat yang tidak bisa membuktikan asal-usul kekayaannya.


Penegakan Hukum yang Tegas Tanpa Tebang Pilih
Semua pelaku, termasuk pejabat tinggi, harus dihukum sesuai dengan tingkat kejahatan yang mereka lakukan, tanpa ada impunitas.


Komitmen Politik yang Kuat
Jika Prabowo benar-benar ingin mengubah paradigma pemberantasan korupsi, ia harus berani menindak siapa pun yang terlibat, termasuk dari lingkaran terdekatnya sendiri.

Kasus dugaan mega korupsi di Pertamina bukan sekadar skandal keuangan, tetapi ujian bagi pemerintahan baru untuk membuktikan komitmennya dalam menegakkan hukum. Jika Prabowo ingin dikenang sebagai pemimpin yang serius dalam pemberantasan korupsi, ia harus berani bertindak tegas, tanpa pandang bulu.

Sejarah telah membuktikan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sering kali berbenturan dengan kepentingan politik dan oligarki. Namun, jika pemimpin negara memiliki keberanian dan ketegasan, maka masa depan Indonesia yang lebih bersih dan transparan bukanlah sekadar harapan kosong.

Kini, semua mata tertuju pada Presiden Prabowo Subianto. Apakah ia akan benar-benar membersihkan Pertamina, atau justru menjadi bagian dari sistem yang selamainiiakritik?

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
RAMADHAN 2025 H ABDUL WACHID
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
RAMADHAN 2025 M HAEKAL
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Komentar Pers pada kenaikkan pangkat Mayor Teddy

Oleh Ikhsan Yosarie | Peneliti Senior SETARA Institute.
pada hari Minggu, 09 Mar 2025
Jakarta, 9 Maret 2025-Pada dasarnya kenaikan pangkat bagi prajurit TNI adalah hal yang wajar, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) PP N o. 39 tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI, bahwa ...
Opini

Kenaikan Pangkat Mayor (Letkol) Teddy Menyakiti Prasaan Prajurit , Politis dan Melanggar Prinsip Meritokrasi

Jakarta, 09 Maret 2025 Pada 06 Maret 2025 Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto telah resmi menaikkan pangkat Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan ...