JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus pencegahan keberangkatan 10 calon jemaah haji asal Banjarmasin oleh aparat gabungan Polres Bandara Soekarno-Hatta, Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta dan Kementerian Agama. Pangeran mengatakan penggunaan visa non-haji untuk ibadah haji adalah bentuk pelanggaran keimigrasian yang harus dicegah sejak awal.
"Ini bukan hanya persoalan administratif, tapi menyangkut marwah negara. Keimigrasian merupakan pintu gerbang pencegahan kasus ini terjadi, seharusnya jangan diloloskan karena ini masalah marwah negara yang dibawa," kata Pangeran Khairul Saleh, Jumat (25/4/2025).
Adapun 10 calon jemaah tersebut diketahui hendak berangkat ke Tanah Suci menggunakan visa kerja, bukan visa haji resmi yang dilarang oleh otoritas Arab Saudi.
Sementara, Arab Saudi sendiri telah menegaskan hanya visa haji resmi yang diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah haji. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi memperingatkan agar masyarakat tidak tertipu oleh tawaran berhaji menggunakan visa non-haji.
Berdasarkan hasil pendalaman Polres Bandara Soekarno-Hatta yang telah memeriksa pihak travel berinisial KGB dan peserta rombongan,terungkap jika pihak travel menjanjikan para jemaah bisa haji dan umrah dengan membayar Rp 100 juta-Rp 200 juta.
Pangeran menegaskan penggunaan visa non-haji untuk ibadah haji merupakan pelanggaran prosedur keimigrasian yang harus ditindak tegas oleh pemerintah Indonesia maupun otoritas Arab Saudi.
“Harus ada perbaikan sistem pengawasan terkait jemaah haji non-prosedural ini. Sejak dulu saya telah lama mendorong perbaikan Sistem pengawasan dan penegakan hukum pada praktik pemberangkatan jemaah haji non-prosedural, termasuk penindakan terhadap biro travel nakal yang memberangkatkan jemaah tanpa visa resmi," paparnya.
Selain itu, Pangeran juga menggarisbawahi pentingnya edukasi kepada masyarakat agar tidak tergoda tawaran haji murah menggunakan visa kerja atau umrah. Sebab, pemberangkatan haji ilegal berisiko terkena sanksi hukum di luar negeri dan merugikan jemaah itu sendiri.
"Perlunya sosialiasi kepada calon jemaah agar tidak tergiur keberangkatan haji yang murah tetap bermasalah. Kasihan calon jemaah," ungkap Pangeran.
Anggota Komisi di DPR yang salah satu bidang kerjanya terkait urusan keimigrasian itu pun mengimbau pihak Imigrasi untuk lebih teliti dan tegas dalam memverifikasi dokumen keberangkatan ibadah haji, khususnya saat memasuki musim haji. Menurut Pangeran, pencegahan di titik awal seperti bandara atau saat verifikasi paspor sangat krusial.
“Saya minta Imigrasi lebih memperketat pemeriksaan dan jangan ragu menolak keberangkatan calon jemaah yang tidak memiliki visa haji resmi. Ini bukan semata prosedur, tapi soal perlindungan terhadap masyarakat yang menjadi jemaah dan juga reputasi negara,” tegas Legislator dari Dapil Kalimantan Selatan I itu.
"Deteksi dini oleh Imigrasi itu sangat penting. Jangan sampai aparat lalai hanya karena percaya pada dokumen dari travel agent,” tambah Pangeran.
Bagi pihak-pihak yang memberangkatkan jemaah secara ilegal, Pangeran mendesak adanya penegakan hukum yang tegas. Ia juga meminta agar korban jemaah haji ilegal tidak takut untuk melapor.
"Aparat penegak hukum perlu menindak biro travel yang terbukti melakukan pelanggaran dan perlindungan hukum bagi calon jemaah yang menjadi korban penipuan harus dilakukan,” ungkapnya.
“Jemaah yang merasa dirugikan segera saja melapor ke pihak berwenang, sedari awal saat daftar dan bayar tentu harapannya mendapatkan visa haji. Kalau visa keluar berbeda tentu ada unsur penipuan dong? Jadi segera saja melapor," imbuh Pangeran.
Lebih lanjut, Pangeran menyayangkan adanya calon jemaah yang masih mencoba berangkat dengan visa kerja atau umrah.
"Padahal sudah ada larangan tegas dari Arab Saudi bahwa hanya visa haji yang sah untuk ibadah haji," sebutnya.
Menurut Pangeran, isu haji menggunakan visa kerja sudah menjadi sorotan lintas komisi di DPR. Ia menegaskan pentingnya pelaksanaan ibadah haji secara prosedural dan sesuai ketentuan pemerintah Indonesia serta Arab Saudi.
Adapun lintas komisi di DPR yang dimaksud termasuk Komisi XIII DPR (keimigrasian), Komisi VIII DPR (agama), dan Komisi III DPR (penegakan hukum). Bahkan Komisi VIII DPR mendorong Kementrian Agama membentuk Siswas Gakum (Sistem Pengawasan dan Penegakan Hukum) dengan melibatkan seluruh instansi terkait seperti Imigrasi, Polri, BIN termasuk Dewas DPR RI.
Tujuan Sistem Pengawasan dan Penegakan Hukum itu disebut untuk mengawasi serta memitigasi agar kejadian serupa tidak terulang dan langsung mendapatkan tindakan hukum.
Pangeran mengatakan semua pihak yang terlibat dalam perjalanan haji, terutama biro travel dan pemerintah daerah harus memastikan sosialisasi edukasi dan pendampingan kepada masyarakat terkait prosedur resmi haji dilakukan dengan seksama.
"Keamanan, kenyamanan, dan keselamatan jemaah menjadi prioritas utama, sehingga segala bentuk pelanggaran yang berpotensi membahayakan jemaah harus dicegah sejak awal," tutup Pangeran.