JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Umum SOKSI, Ir. Ali Wongso, menyatakan dukungan penuh kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah berani membersihkan kabinet dari gejala political decay atau “pembusukan politik dari dalam“ yang dinilai mulai mencuat ke publik.
Pernyataan itu disampaikan politisi senior Partai Golkar itu saat diwawancara media pada Selasa siang (16/09/2025) di Jakarta.
Ia menegaskan, political decay bukan sekadar isu politik, melainkan ancaman serius terhadap efektivitas pemerintahan dan kepercayaan rakyat kepada Presiden Prabowo. "Jika political decay berhasil, maka Presiden bisa jatuh dan negara akan chaos, itu tidak boleh terjadi," tegasnya.
Presiden Prabowo sudah menegaskan sejak awal bahwa beliau ingin meninggalkan legacy besar : Indonesia yang kuat, adil, dan berdaulat. "Maka, siapapun menteri yang terbukti melakukan blunder, terjebak rutinisme, atau berpihak pada kepentingan sempit, seharusnyalah dievaluasi dan diganti. Itu bukan kelemahan, tetapi justru bukti kekuatan Presiden," tegas Ali Wongso.
Ketua Umum organisasi pendiri Partai Golkar itu mencontohkan beberapa kebijakan Menteri yang menimbulkan keresahan publik dan sudah jadi pengetahuan umum dapat dikategorikan termasuk political decay.
Seperti masalah 4 pulau di Aceh yang mau direlokasi, pembiaran perizinan tambang nikel di Raja Ampat dan pulau-pulau kecil lainnya, kisruh distribusi LPG 3 kg, ancaman blokir rekening bank pasif, inisiasi wacana penyitaan tanah rakyat yang terlantar, masalah transfer daerah yang memicu kenaikan tarif PBB, dan kenaikan tarif lainnya bagi beban rakyat.
Ia juga menyoroti ironi penegakan hukum di Kementerian Hukum yang justru memunculkan ketidakpastian hukum, baik dalam isu royalti hak cipta maupun legalitas organisasi masyarakat dan badan hukum lainnya.
“Padahal kementerian itu seharusnya menjadi benteng utama kepastian hukum sebagaimana butir 7 Astacita, visi misi Presiden,” ujarnya.
Selain itu, kebijakan “pagar laut” Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta konflik Menteri Kesehatan dengan profesi medis, menambah daftar masalah yang ikut mencoreng citra kabinet.
“Semua ini berpotensi melemahkan efektifitas kabinet dan merusak kepercayaan publik, apapun latar belakang politik menteri. Kalau dibiarkan, bisa menggerus kepercayaan rakyat terhadap Presiden. Itu jelas tidak boleh berlanjut,” ujarnya.
Lebih jauh, Ali Wongso juga menyinggung adanya sejumlah menteri yang meski tidak melakukan blunder besar, tetapi larut dalam rutinisme birokrasi tanpa ada inisiatif, inovasi dan kreatifitas yang memadai dirasakan rakyat. Menurutnya, kondisi ini juga berbahaya bagi efektivitas pemerintahan, karena kementerian yang seharusnya menjadi motor kemajuan justru berjalan di tempat.
“Ada kementerian yang seharusnya jadi ujung tombak terobosan, tapi malah sibuk pada rutinitas laporan dan rapat tanpa arah. Padahal rakyat menunggu gebrakan progresif yang optimum di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Kalau hanya rutinitas, itu sama saja political decay dalam bentuk lain,” katanya.
Bahaya membiarkan political decay sangat besar : rakyat bisa frustrasi, legitimasi Presiden bisa terkikis, dan agenda besar Astacita serta Paradoks Indonesia bisa terganggu, ujar mantan Ketua DPP Partai Golkar tiga periode itu mengingatkan.
Lebih lanjut, ia menegaskan, Presiden membutuhkan menteri yang berintegritas dan berkapasitas problem-solving oriented, bukan sekadar birokrat administratif. “Presiden jelas tidak butuh penjaga kursi, melainkan pejuang yang mendorong perubahan,” tambahnya.
Menjawab pertanyaan tentang peran historis SOKSI sebagai organisasi kader ideologis yang lahir tahun 1960 dan sebagai salahsatu organisasi pendiri Sekber Golkar tahun 1964, Ali Wongso menegaskan posisi SOKSI konsisten sejak lahirnya untuk memperkuat demokrasi Pancasila dengan paradigma politik negara yang dimaknai komitmen SOKSI manunggal Tri Ubaya Cakti, doktrin TNI AD.
Menurutnya, dalam kaitannya dengan Partai Golkar, saat ini Kekuatan sosial politik karya kekaryaan itu perlu kembali ke khittahnya untuk menguatkan demokrasi Pancasila dengan paradigma politik negara serta meninggalkan politik kekuasaan paling tidak secara gradual dimulai dari internal sebelum ke eksternal partai.
Dengan demikian kepentingan rakyat bangsa negara adalah diatas kepentingan apapun apalagi kepentingan sempit individu, kelompok, geng, golongan dan sebagainya.
Konsisten dengan itu, SOKSI saat ini melihat peluang dalam masa kepemimpinan nasional Presiden Prabowo ini menjadi momentum transfomasi reformasi dari “politik kekuasaan yang transaksional dan korup oleh para kleptokrat” selama puluhan tahun ini menjadi “politik negara dengan integritas dan orientasi prestasi membangun negara”.
Menurutnya, untuk itu semangat kaderisasi, disiplin, dan orientasi prestasi pengabdian karya kekaryaan sebagai manusia karya yang ditanamkan oleh Pendiri SOKSI, Pak Suhardiman, masih tetap relevan untuk menjawab tantangan bangsa hari ini dan masa depan.
“Pendiri SOKSI telah mewariskan amanat historis agar para kader binaannya sungguh-sungguh menjaga SOKSI agar tidak terjerumus ke dalam “pragmatisme politik kekuasaan” yang pada waktunya membawa kehancuran bangsa negara dan penderitaan rakyat, tetapi SOKSI harus selalu berdiri tegak sebagai kekuatan pejuang moral dan kader ideologis bangsa penganut politik negara berjiwa Pancasila dan UUD 1945.
Dari dulu kami para kader SOKSI diajarkan oleh Pak Suhardiman untuk setia kepada negara bangsa, bukan kepada kepentingan sempit dan pragmatisme transaksional. Maka, ketika bicara menghadapi political decay atau “pembusukan politik dari dalam”, posisi kami jelas : mendukung kepemimpinan nasional Presiden Prabowo agar tegas membersihkan kabinet merah putih, demi keselamatan rakyat dan masa depan bangsa negara Indonesia,” tegas Ali Wongso.
Menanggapi pertanyaan terkait isu “Geng Solo” yang mencuat pasca demonstrasi rakyat Agustus lalu, anak ideologis Pak Suhardiman itu menekankan pentingnya sikap objektif dan kepercayaan penuh pada hak prerogatif Presiden Prabowo.
Menurutnya negara ini jauh lebih besar daripada berbagai geng apapun itu termasuk dari “Geng Solo”. Terlepas dari latar belakang politik atau kelompok mana, ada prinsip yang jelas : siapa pun menteri yang faktanya termasuk kategori political decay, entah karena ia lalai ataupun ia sengaja, maka jika jiwanya besar ia mundur atau siap diganti oleh Presiden pemegang hak prerogatif.
"Kabinet Merah Putih (KMP) harus kuat, solid, dan efektif. Menurutnya itu tak bisa ditawar sebab itu tuntutan rakyat dan sekaligus sebagai konsekuensi logis politik mendukung penuh Presiden Prabowo Subianto,” kata Ali Wongso Sinaga.
Menjawab pertanyaan kriteria menteri pengganti, menurut mantan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu mengatakan hal itu sepenuhnya ditangan Presiden pemegang hak prerogatif sesuai Konstitusi. Presiden pasti memahami tuntutan aspirasi rakyat saat ini dan arah perjalanan bangsa kedepan sesuai Astacita visi misi Presiden yang kami percayai dan harapkan disemangati penyelesaian “Paradoks Indonesia”, sebagaimana dalam buku beliau tahun 2017 lampau.
"Berangkat dari pemahaman itu, maka wajar saja jika para menteri pengganti yang beliau pilih kelak adalah mereka yang visi misinya sama dan sebangun dengan Presiden; yang bersih dan dipercaya publik, berpihak pada rakyat, bukan berpihak pada oligarki dan yang siap mendukung pelaksanaan UU perampasan aset koruptor jika kelak sudah disahkan sebagaimana tuntutan rakyat; yang berani dan responsif menghadapi masalah; yang inovatif dan problem solving oriented dengan track record kompetensi sesuai bidang tugasnya serta tidak terjebak rutinisme; yang konsisten dan berintegritas dalam hukum dan kebijakan; yang komunikatif dengan rakyat dan kolaboratif," paparnya.
Mantan anggota DPRD DKI Jakarta dan anggota DPR RI itu menutup wawancara dengan pesan dukungan moral bagi Presiden Prabowo yang pernah berkata : “yang tidak setia kepada negara akan disingkirkan tanpa pandang bulu, dan beliau tidak takut melawan koruptor.”
Itu niscaya diwujudkan dalam langkah nyata. Dengan Presiden tegas, rakyat pasti berdiri di belakang Presiden.
"Inilah saatnya membersihkan kabinet dari political decay dan membuktikan bahwa janji besar Presiden tidak akan pernah berhenti di slogan, melainkan menjadi legacy dari Pemimpin Bangsa Negara yang kelak akan dikenang generasi-generasi mendatang sepanjang masa,” tegas kader senior SOKSI gemblengan langsung Pendiri SOKSI Mayjen TNI (Pur) Prof.Dr.Suhardiman itu.