JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Guru Besar (emiritus) FE UI, Sri Edi Swasono menyayangkan masih banyak pihak salah mengerti tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bahkan ada Bupati yang menafsirkannya menakutkan warganya.
"Jangan mikir MEA dengan mindset atau insting persaingan free-fight liberalism. Mekanisme kerjasama MEA harus dalam bentuk mutual-cooperations, traktat (treaties), aliansi strategis. bukan adu otot, bukan adu petarung!," ujar Sri Edi di Jakarta, Sabtu (11/7/2015).
Untuk itulah dia mengecam keras pernyataan Bupati Sleman yang mengatakan bahwa berlakunya MEA maka akan membuat orang Singapura bisa jualan buah dan orang Malaysia buka lapak kaki lima dipinggir jalan di Sleman.
"Waduh bu, PKL kita sendiri digusuri, dilarang begini begitu, tidak mudah dapat izin Pemkot. Lha kalau orang Malaysia dan Singapore datang kok di-welcome begitu. Kalau kedatangan mereka merugikan rakyat kita ya jangan dikasih izin, dilarang!," papar Sri Edi yang juga menantu Bung Hatta ini.
Sri Edi menegaskan bahwa MEA adalah forum kerjasama. Prinsip kerjasama adalah saling menguntungkan, saling bersinergi, saling maju, saling meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
"Dalam kerjasama tidak boleh ada yang rugi atau dirugikan, tidak boleh ada yang tertipu. Setiap kegiatan kerjasama harus spesifik. Kalau dengan MEA kita dirugikan oleh salah satu anggota ASEAN, atau sebaliknya, ya jangan dilakukan atau ditunda dulu," ujar dia.
Ditambahkan, sebaliknya Indonesia juga tidak boleh merugikan Singapore, Vietnam apalagi Timor Leste. Sebab, prinsip berpasar bersama haruslah saling menguntungkan, saling menghormati "daulat rakyat" masing-masing negara.
"MEA atau forum kerjasama apapun bukanlah ajang penyerahan kedaulatan. Bodoh banget demi persahabatan ASEAN rakyat kita harus menderita. Bagian yang kita bakal rugi ya kita tolak, jangan diizinkan," tegas Sri Edi.(ris)