JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani menilai, putusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang mengharuskan anggota DPR/DPRD untuk mengundurkan diri jika maju menjadi kepala daerah tidak sesuai dengan alasan putusannya sendiri.
Pasalnya, terang dia, landasan pengajuan uji materi terhadap undang-undang Pilkada adalah karena ada pasal yang dianggap mengandung unsur diskriminasi, yaitu dengan diharuskannya PNS untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebelum maju jadi calon kepala daerah. Akan tetapi, dalam amar putusannya bukan menghadirkan solusi, namun justru menimbulkan diskriminasi baru.
"Dianulirnya pasal mengenai kewajiban PNS untuk mundur dalam UU pilkada dengan dalih diskriminasi bisa saja diterima meskipun harus menghilangkan semangat yang sesungguhnya hadir kenapa aturan itu dibuat," kata Haryani dalam pesan singkatnya, Minggu (12/7/2015).
Mantan anggota Pansus RUU Pilkada ini mengaku, pihaknya tak habis pikir dengan putusan MK yang mewajibkan anggota DPR mundur apabila ingin maju sebagai calon kepala daerah.
"Ibaratnya, MK ingin memberikan solusi untuk PNS dengan mengorbankan pihak lain yakni anggota DPR/DPRD. Situasi ini sangat sulit untuk digambarkan serta dicarikan rasionalisasinya," ungkapnya.
Bahkan atas kondisi ini tidak bisa dipungkiri bahwa kemudian ada kemungkinan keberpihakan atau sentimen kelembagaan yang ditunjukkan oleh MK dalam putusannya.
"Saya sangat menyayangkan peristiwa yang dimunculkan oleh MK ini. Seharusnya sebagai pengawal konstitusi, MK harus mampu melihat setiap perkara yang diajukan secara holistik agar putusan yang dikeluarkan tidak memunculkan permasalahan baru bagi publik," tandasnya.(yn)