Berita
Oleh Ilyas pada hari Senin, 04 Jan 2016 - 20:36:43 WIB
Bagikan Berita ini :
Pelanggaran Pilkada

Fadjroel: Ingat, MK bukan 'Mahkamah Kalkulator' yang Hanya Hitung Selisih Suara

72013-05-01-Mahkamah_Konstitusi_Batalkan_Pelaporan_Kelahiran-520x245.jpg
Gedung MK (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Proses demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) harus dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan konsolidasi demokrasi (Constitusional Democratic State) dalam melakukan penjaringan calon pemimpin kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memiliki kualitas dan integritas. Dengan begitu, kepala daerah dapat bersinergi dengan pemerintah pusat dalam membangun daerah.

Demikian diungkapkan pengamat politik M. Fadjroel Rachman, dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin (4/1/2016). Menurutnya, untuk mewujudkan hal itu, proses Pemilukada tentu harus dapat dipastikan terbebas dari praktek-praktek yang menumbuhsuburkan money politik, politisasi birokrasi, balck campaign, dan pelanggaran lainnya.

Dijelaskan bahwa bentuk pelanggaran dalam Pemilukada terdiri dari beberapa variable yang antara lain pelanggaran pidana pemilu, administrasi pemilu, dan kode etik penyelenggara pemilu.

"Meskipun muara dari pelanggaran-pelanggaran tersebut ada badan peradilan lain yang menanganinya, namun demikian Mahkamah Konstitusi (MK) harus memandang pelanggaran tersebut sebagai satu kesatuan utuh yang dapat berimplikasi pada perubahan hasil perolehan suara pasangan calon, sebagaimana putusan-putusan mahkamah sebelumnya yang mengedepankan dan mengutamakan keadilan subtansial," kata Fadjroel.

Ia mencontohkan Pemilukada di Kabupaten Cianjur yang sarat dengan berbagai pelanggaran.

"Pemilukada di Cianjur jadi salah satu pelaksanaan Pemilukada yang secara kasat mata dapat diakses melalui media cetak maupun media elektronik bagaimana terstrukturnya pelanggaran dalam Pemilukada," jelasnya.

"Semua pelanggaran itu dilakukan secara sistematis dan masif yang dilakukan oleh Pejabat Negara mulai dari tingkat RT, RW, Kepala Desa, Camat dan Pejabat Petahana yang menggunakan fasilitas negara, Bantuan Negara, Money Politik untuk pemenangan pasangan calon tertentu yang merupakan anak kandung dari petahana."

Terhadap pelanggaran yang diduga terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif tersebut, Pasangan calon yang dirugikan dapat mengajukan Permohonan Pembatalan Terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur Nomor: 55/Kpts/KPU-Kab-011.329996/XII/ 2015 ke Mahkamah Konstitusi demi mendapatkan keadilan subtantif.

"Ini demi tegaknya demokrasi dan terjaminnya hak konstitusional warga negara sesuai dengan prinsip hukum yang dianut secara universal yang menyatakan bahwa “tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain”(nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua propria)," paparnya.

Oleh karena itu, ia berharap Mahkamah Konstitusi tetap berperan sebagai pengawal Konstitusi dan demokrasi (the guardian of the constitution and the guardian of the democration) bukan sebagai “Mahkamah Kalkulator” yang hanya menghitung selisih suara tanpa melihat proses dan subtansial pelanggaran konstitusional.

Di samping itu, Mahkamah dalam mengawal konstitusi tidak dapat membiarkan dirinya dipasung oleh keadilan prosedural (procedural justice)semata-mata, melainkan harus menjunjung nilaikeadilan substansial (substantive justice). (iy)

tag: #pilkada 2015  #mk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement