JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Berbeda dengan pidato kenegaraan para kepala negara sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya hari ini, Jumat (14/8/2015), tidak menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tanah Air.
Dalam kesempatan ini, Presiden Jokowi hanya menyampaikan bahwa pemerintah saat ini tengah berusaha mencari jalan keluar paling bijaksana dan mulia dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Jokowi menyebut bahwa rekonsiliasi pelanggaran HAM sebagai langkah yang diinginkan pemerintah.
"Pemerintah menginginkan adanya rekonsiliasi nasional sehingga generasi mendatang tidak terus-menerus memikul beban sejarah masa lalu," kata Jokowi dalam sidang bersama DPR dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Ia berharap, para generasi muda bisa bebas menatap masa depan yang terbentang luas. Dengan begitu, kata dia, langkah awal pemerintah untuk menegakkan kemanusiaan di Nusantara menjadi lebih baik.
Menanggapi hal ini, pengamat politik asal Universitas Islam Negeri Jakarta, A Bakir Ihsan menyebut, masalah HAM tak penting bagi seorang Jokowi. Bakir memprediksi Jokowi tidak atau belum menganggap HAM sebagai paradigma yang penting dalam pembangunan bangsa.
"Saya tidak mengikuti full pidato presiden. Kalau betul tak menyinggung masalah HAM, itu menunjukkan masalah HAM tak penting bagi presiden. HAM belum menjadi paradigma dalam pembangunan bangsa," kata Bakir kepada TeropongSenayan di Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Bahkan, Bakir mengaku pesimis dengan nasib beberapa kasus pelanggaran HAM bisa tuntas selama di bawah kepemimpinan Jokowi.
“Saya pesimis, sebagaimana saat Megawati jadi presiden, yang terhadap kasus Kudatuli saja tak mengutak-atiknya," cetus Bakir. (mnx)