JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo menilai, batas bawah harga minyak yang diambil pemerintah sebesar USD 60 per barel dari asumsi makro USD 60-70 per barel sudah tepat.
Namun dirinya mengingatkan bahwa pemerintah harus mengantisipasi adanya gelojak internasional, terutama jika senat Amerika Serikat (AS) menyetujui ditetapkannya perjanjian bilateral antara AS dan Iran.
"Jika hal itu terjadi, minyak Iran akan membanjiri pasar yang otomatis menyebabkan harga minyak anjlok. Perlu ada skenario agar merosotnya harga mintak dunia dan rupiah tidak berimbas terlalu jauh ke sektor ekspor Indonesia. Sebab Indonesia mengandalkan ekspor komoditas dimana pasar komoditas ini akan terpukul apabila harga minyak dunia merosot," kata Andreas pada TeropongSenayan, Rabu (19/8/2015).
Kendati demikian, Andreas mengapresiasi upaya pemerintah dalam merancang asumsi makro dan anggaran yang lebih realistis. Seperti tingkat pertumbuhan menjadi 5.5 persen pada tahun 2016 dari range 5,5-6 persen dalam kerangka ekonomi makro dengan asumsi kondisi ekspor dan impor membaik.
"Namun target ini akan susah tercapai apabila tanpa extra effort karena itu pemerintah perlu menjelaskan sumber pertumbuhan baru," imbuhnya.
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, pemerintah tentunya berharap RAPBN 2016 dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian target pertumbuhan tersebut. Untuk itu, pemerintah menaikkan target pendapatan menjadi Rp 1.848 triliun atau Rp 86 triliun lebih besar dari target pendapatan sebelumnya Rp 1.762 triliun.(yn)