JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ekonom yang juga Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Emil Salim mengkritik proyek kereta cepat (High Speed Train/HST) Jakarta-Bandung, lantaran proyek ini membutuhkan dana dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) dengan jumlah yang sangat besar.
Sementara, kata Emil, saat ini Indonesia justru harus menahan pembelian dolar untuk menjaga nilai tukar rupiah yang sudah Rp 14.000/US$.
"Proyek kereta cepat itu separuh cost-nya adalah dolar, jadi kalau membangun kereta api cepat itu berarti membeli dolar. Semua proyek yang pakai dolar sebaiknya dimoratorium karena kita harus hemat dolar," ujar Emil di Jakarta, Senin (31/8/2015).
Di samping tingginya kebutuhan dolar untuk pembangunan kereta cepat, Emil menilai proyek ini tidak memiliki urgensi yang tinggi. Saat ini sudah ada kereta api Jakarta-Bandung, jarak kedua kota pun hanya 180 km sehingga tidak membutuhkan kereta cepat.
"Non sense itu, kita kan sudah ada kereta api Jakarta-Bandung. Yang saya keberatan adalah ini jarak pendek, kalau mau bangun kereta cepat itu jarak jauh," tegasnya.
Untuk jarak jauh seperti Jakarta-Surabaya pun, menurut Emil, tak perlu lagi ada kereta cepat karena sudah ada double track. Bila dibangun kereta cepat, double track yang dibangun pemerintah menjadi sia-sia, hanya buang-buang anggaran.
"Jakarta-Surabaya sudah double track, sistem angkutan apa yang kita bangun itu?" tanyanya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, mantan menteri transportasi di era Orde Baru ini meminta para menteri tidak mendorong-dorong Presiden Joko Widodo untuk membuat proyek kereta cepat. Apalagi, proyek kereta cepat tidak ada dalam rencana pemerintah yang tertuang dalam nota keuangan.
"Pembantu-pembantu presiden jangan mengajukan proyek yang tidak ada di nota keuangan. Coba periksa, tidak ada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Jangan ciptakan proyek-proyek," tegasnya.(yn)