JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Rencana penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri untuk mempercepat penerimaan Alokasi Dana Desa (ADD) mendapat kritikan dari anggota Komisi II Luthfi A Mutty.
Menurutnya, semakin banyak pemerintah mengeluarkan SKB, berarti ada kesenjangan komunikasi antar kementerian. Hal itu sekaligus menunjukkan rendahnya tingkat interaksi dan koordinasi yang terlah berjalan selama ini, sehingga berbagai persoalan semakin berlarut-larut. Masalah penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD), menurut Luthfi, hanyalah satu dari seian persoalan itu.
“Perlu ditegaskan bahwa SKB merupakan cermin dari buruknya koordinasi dan tidak jelasnya penanggung jawab urusan pemerintahan,” kata Luthfi dalam rilisnya yang diterima kepada TeropongSenayan, Selasa (8/9/2015).
Dilihat dari perspektif kelembagaan, kompleksitas ADD terlihat sejak terbentuknya nomenklatur baru di pemerintahan Joko Widodo. Dalam hal ini, Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DDTT) disusun menjadi satu kementerian mandiri. Transisi menuju lembaga tinggi baru itu hingga kini masih terus berlangsung, hingga berdampak pada kemitraan kerja dengan DPR.
Semula, Kementerian DDTT bermitra dengan komisi II, V, dan XI. Nomenklatur baru membuatnya bergeser ke komisi V dan XI saja. Tarik menarik inilah yang berpengaruh besar terhadap koordinasi antar lembaga tinggi, bukan hanya antara DPR dengan Kementerian, tapi juga anara satu kementerian dengan kementerian lain.
“Ada Tarik menarik kepentingan di sini, di mana kewenangan, tugas, dan fungsinya tidak jelas,” tutur Luthfi.
Dia mencontohkan bahwa kasus Kementerian Desa yang sudah begeser menjadi mitra Komisi V, seluruh perundang-undangannya masih merupakan produk komisi II. Tentu saja itu menyebabkan skema kerja dan kemitraan antara menteri dengan DPR mau pun antar kementerian menjadi tidak sinkron.
Pada penyaluran anggaran desa, tercatat tiga kementerian mempunyai titik singgung secara langsung. Mereka adalah Kementerian DDTT, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Faktanya, di tataran teknis, banyak dana tersendat di kabupaten yang notabene di bawah Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan Kementerian Desa berkewenangan di regulasi pengelolaan dana desa saja, tanpa kewenangan dalam penyaluran dari kabupaten ke desa.
“Terus saja siklusnya berasal dari rancu koordinasi. Kesannya ada rebutan pekerjaan,” ujar Luthfi.
Untuk itu, mantan Staff Khusus Wapres Boediono ini mengimbau pemerintah untuk memperkuat kelembagaannya. Dalam hematnya, penerbitan SKB tak akan mengurangi pekerjaan besar pemerintah dalam penataan kelembagaan secara utuh.
“Jangan gemar keluarkan SKB, benahi lembaganya,” tutupnya.(yn)