JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Suksesi di tubuh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai banyak kalangan sebagai suksesi damai tanpa konflik. Sejumlah tokoh yang sebelumnya menempati posisi tinggi di partai itu bisa saja hilang atau turun.
Sebagai contoh mantan Sekjen tiga periode dan mantan Presiden PKS Anis Matta, saat ini hanya menmpati posisi ketua Departemen Luar Negeri. Nama kader populer seperti Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR RI) dan Jazuli Juwaini (Ketua Fraksi PKS di DPR RI) tidak menduduki jabatan apapun di struktur DPP PKS hasil munas 2015 yang digelar pekan ini. Nama Hilmi Amunuddin yang sebelumnya menjabat Ketua Majelis Syuro juga hilang.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Agung Suprio menilai, apa yang terjadi di PKS merupakan tradisi politik partai modern.
"Dalam tradisi ini tidak ada nama besar, tidak ada figur kharismatik. Juga tidak ada figur partai yang punya finansial dominan. Semuanya sama dari kader oleh kader dan untuk kader," ujar Agung dalam perbincangan dengan TeropongSenayan di Jakarta, Selasa (15/9/2015).
Tradisi politik modern yang terjadi di PKS, menurut Agung, sangat berbeda dengan yang terjadi di PDIP, Gerindra, Golkar atau Demokrat.
"Di PKS tidak ada figur yang dominan. Tidak ada pula ketergantungan organisasi pada figur tertentu," paparnya.
Dengan tradisi seperti itu, tambah Agung, kompetisi antar kader akan ketat. Siapa yang kinerja dan komitmennya bagus kepada partai dialah yang akan bertahan.
Tradisi politik seperti ini juga diyakini akan membuat PKS mampu bertahan dan bersaing dengan partai-partai lainnya.
"Minimun mampu bertahan dan bisa bersaing," pungkas Agung.(yn)