JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Negara hidup dari sektor pajak dan migas. Maka pemasukan di sektor keduanya harus teratur dan taat azas.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Budget Control (IBC) Akhmad Suhaimi dalam keterangannya, Rabu (16/9/2015). Oleh karenanya, ia minta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai kepanjangan pemerintah dalam mengadakan kontrak kerja dengan pihak ketiga dalam eksplorasi dan eksploitasi migas untuk tegas pada segenap mitra dan perusahaan yang mengambil migas di Tanah Air.
"Apabila ada perusahaan yang lalai dalam memenuhi kewajibannya, maka SKK Migas harus tegas dan bahkan harus berani putus kontrak," jelasnya.
Jika pun ada kontraktor yang membandel, jelas dia, SKK Migas harus mengambil inisiatif dengan legowo bekerjasama dengan penegak hukum untuk ditindak lanjuti. Salah satu mitra kontraktor yang membandel dan lalai dalam kewajibannya adalah PT Mandiri Madura Barat (MMB).
"Padahal PT. MMB belum melunasi kewajiban Corporate and Dividen Tax Tahun 2013 plus dendanya Sebesar USD2,247,568.82," jelasnya.
Dijelaskan, PT. MMB adalah mitra Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore ( PHE-WMO) bersama Kodeco Energy Co, Ltd (Kodeco) yang sejak bulan Mei tahun 2011 mendapat jatah migas di Wilayah Kerja perairan pulau Madura, dengan pembagian (Participating Interest) PHE-WMO 80%, Kodeco 10% dan PT. MMB 10%.
"Jadi SKK Migas harus tegas pada mitra yang membandel dan tidak taat azas. Jika mitra tidak mengindahkan, SKK Migas harus berani putus kontrak dan atas kerugian dilaporkan pada penegak hukum." (iy)