JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Keputusan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino memperpanjang konsesi pengelolaan terminal peti kemas di Tanjung Priok kepada Hutchison Port Holding (HPH), patut diduga melanggar UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Karena, keputusan tersebut mengabaikan Otoritas Pelabuhan (OP) sebagai regulator sebelum memberi konsesi kepada HPH.
Ketua Komisi VI DR A Hafisz Tohir menyatakan, sampai saat ini Otoritas Pelabuhan sebagai regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan, belum memberi izin konsesi Pelindo ke JICT. "Sehingga perpanjangan konsensi ini bisa batal demi hukum karena tidak memenuhi aspek legal formal peraturan dan per-UU-an," kata Hafisz dalam pernyataannya kepada TeropongSenayan, pagi ini (18/9/2015).
Menurut Hafisz, UU No.17 tahun 2008 pasal 82 dan dalam ketentuan peralihan pasal 344 menyebutkan bahwa dalam perpanjangan konsesi dengan swasta atau asing, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II harus membuat kontrak dengan pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan. Setelah itu, baru bisa memperpanjang konsesi perpanjangan kontrak JICT.
Sebelumnya, secara tegas Menteri Perhubungan Ignatius Jonan sudah menyatakan menolak rencana itu. Namun, kenyataannya, Lino tetap ngotot dengan alasan Jamdatun Kejakgung membolehkan dalam pendapat hukumnya.
Kehadiran HPH di Tanjung Priok untuk mengelola terminal peti kemas sejak 1999. Saat itu HPH membayar USD 243juta. Namun, sekarang saat hendak diperpanjang masa konsesinya hingga 20 tahun kemudian, HPH hany akan memSD 215 juta saja.
"Secara Logika apabila ada perpanjangan harusnya lebih mahal dengan yang lalu, tidak malah lebih lebih murah seperti ini," tutur anggota Fraksi PAN ini.
Untuk itu, Panja Komisi VI DPR akan memanggil semua pihak pihak terkait dan instansi yang sudah di sebut sebut namanya oleh RJ Lino dalam rapat Panja Pelindo pada Rabu (16/09/2015). Bila diperlukan, Panja Komisi VI juga dapat langsung mengunjungi HPH di Hongkong untuk mendalami semuanya.
Pihak Panja Pelindo II yakin bahwa para karyawan anak bangsa sudah sanggup mengelola pelabuhan Tanjung Priok sendiri tanpa campur tangan pihak asing. "Ini soal kedaulatan negara, 70% jalur distribusi perekonomian kita ada di sana," ujar Hafisz lagi.
Karena itu dia mengingatkan jangan sampai perpanjangan ini hanya menjadi motif berbagi keuntungan dengan Hutchison. Itu sebabnya, Panja Pelindo II akan berusaha mengusut berbagai keanehan yang terjadi mulai kerugian pengadaan crane, hingga dugaan nepotisme.(b)