JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Sufmi Dasco Ahmad menganggap wajar adanya surat dari Fahri Hamzah, salah seorang pimpinan DPR yang meminta kasus Setya Novanto dan Fadli Zon soal pertemuannya dengan bakal calon presiden Amerika Donald Trump tidak dipublikasikan.
"Prinsipnya pimpinan itu ada pembagian, pembagian di Fahri Hamzah memang dia tangani MKD. Wajar mengingatkan tata cara beracara. Selama ini proses bisa diakses di publik, tapi materi acara tidak. Kode etiknya begitu," terang Dasco saat dihubungi, Rabu (23/9/2015).
Ia mengatakan sejauh ini MKD sudah melakukan proses sesuai kode etik beracara dalam menangani kasus-kasus anggota dewan.
"Kalau saya sudah ngomong, proses oke dipublikasikan, perkara tidak. Mungkin Fahri menilai ada anggota MKD lain yang telah mempublis proses penyelidikan," katanya.
Lebih jauh politisi Gerindra ini mengatakan, sebenarnya Fahri tak perlu repot-repot membuat surat yang dilayangkan ke MKD. Pasalnya, semuanya itu sudah ada dalam tata beracara di MKD.
"Ya itu kan tidak usah dibuat surat juga sudah ada di tata beracara. Cuma mengingatkan," tutupnya.
Diketahui, Pimpinan DPR mengirimkan sebuah surat ke MKD yang isinya meminta MKD tidak membuka perkara tersebut baik secara individu dan secara kelembagaan MKD kepada media massa dalam bentuk dan cara apapun.
Surat tertanggal 17 September itu ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Berikut isi surat tersebut: Surat dari Fahri Hamzah kepada MKD No PW/13895/DPR RI/IX/2015, Hal : Permintaan Keterangan kepada Sekjen DPR RI tertanggal 17 September 2015 Sehubungan dengan surat dari MKD No 302/SK-MKD/IX/2015, tanggal 16 September 2015, perihal permintaan keterangan kepada Sekjen DPR RI terkait penyelidikan perkara tampa pengaduan atas dugaan pelanggaran kode etik terkait kunjungan delegasi DPR RI ke Amerika Serikat , dengan ini kita sampaikan sebagai berikut :
1. Pada prinsipnya MKD memiliki kewenangan untuk memanggil pihak-pihak terkait dalam rangka penyelidikan sebelum dan sesudah sidang MKD dilaksanakan. Oleh karena itu pimpinan memahami permintaan MKD untuk meminta keterangan Sekjen DPR RI.
2. Dalam kaitan penanganan perkara perlu diingatkan dalam proses penanganan perkara harus sesuai dengan tatacara pemeriksaan pelanggaran kode etik yang mengharuskan MKD dan sistem pendukungnya untuk menjaga kerahasian proses pemeriksaan, dan tidak diperkenankan dipublikasikan sampai dengan perkara tersebut diputus (Pasal 10 dan Pasal 15 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD).
Sehubungan dengan proses pemeriksaan perkara pimpinan meminta perhatian MKD untuk tidak membuka perkara tersebut baik secara individu dan secara kelembagaan MKD kepada media massa dalam bentuk dan cara apapun.(yn)