Opini
Oleh Muflih Hidayat (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, Ketua Umum HMI KOMFUF Cabang Ciputat) pada hari Sabtu, 26 Sep 2015 - 08:50:17 WIB
Bagikan Berita ini :

Airin, Sketsa Pemimpin Negeri

49Airin.jpg
Airin Rachmi Diany (Sumber foto : Istimewa)

Ibarat tersambar petir di siang bolong. Kira-kira kalimat itulah yang mampu menggambarkan kondisi Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany. Saat namanya hanyut terseret arus kasus korupsi.

Arus tersebut bermula dari pernyataan seorang saksi pada kasus korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) RSUD Kota Tangerang Selatan di Pengadilan Negeri Tipikor Serang (1/9). Saksi itu bernama Dadang M Epid, Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Katanya, Airin menerima "jatah" dari proyek Alkes tersebut yang imbasnya merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.202.769.333.

Sayangnya, petir yang membahana ini seolah-olah hadir lalu pergi tanpa ada yang menyadari. Bagaimana tidak, Airin tak bergeming sama sekali untuk kembali mencalonkan diri sebagai walikota Tangerang Selatan, betapapun namanya masuk ke dalam "bursa" koruptor. Airin merupakan salah satu sketsa dari sederet sosok pemimpin daerah di negeri ini.

Selain Airin, masih banyak lagi nama-nama petinggi yang seharusnya mampu menjadi panutan rakyat tapi justru terjerat kasus korupsi. Fenomena seperti ini seolah-olah menjadi hal yang sah-sah saja terjadi. Padahal semestinya, ini menjadi tamparan keras bagi bangsa Indonesia.

Mungkin kita bisa melontarkan pertanyaan sederhana, apakah bangsa ini akan menuju peradaban baru, jika pemimpin-pemimpin di daerah masih berbalut luka menganga bernama korupsi ? Tentu tidak. Harapan Pilkada Serentak Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kali ini memiliki wajah yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Yakni diadakan secara serentak di 269 daerah pada Desember 2015. Sementara sisanya diadakan pada tahun 2018 nanti.

Wajah baru ini dibentuk semata-mata demi menghemat anggaran negara. Wacana Pilkada serentak muncul sebagai solusi atas permasalahan tingginya anggaran negara yang harus dikeluarkan saat momen-momen seperti ini. Namun harapan tersebut seolah-olah kandas dihembus angin. Alih-alih penghematan biaya akan percuma adanya, jika para peserta Pilkada masih mengidap penyakit kronis bernama korupsi. Seharusnya, sebelum kita berfikir untuk menghemat anggaran.

Tentunya, kita harus berfikir terlebih dahulu, kenapa anggaran kita selalu tidak cukup untuk merealisasikan program-program yang sudah dicanangkan ? Jawabannya adalah tidak lain dan tidak bukan karena negara kita terlalu banyak dihinggapi oleh koruptor. Anehnya lagi, terkadang kita pura-pura buta dan tuli saat seorang koruptor berdiri tegak mencalonkan dirinya sebagai pemimpin.

Sosok Airin hanya sketsa kecil tentang potret kepemimpinan di negeri ini. Oleh karena itu, sudah saatnya kita berfikir cerdas dan tepat dalam memilih seorang pemimpin. Tentu ini semua kita lakukan demi keberlangsungan hidup anak-cucu kita.(*)

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #airin  #walikota tangsel  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
IDUL FITRI 2025 AHMAD NAJIB Q
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
IDUL FITRI 2025 WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2025 HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2025 HERMAN KHAERON
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Peran Intelijen Di Negeri Sendiri Sebagai Problem Solving Bukan Problem Taking

Oleh Sri Radjasa
pada hari Rabu, 02 Apr 2025
Era orde baru meninggalkan legacy intelijen, dengan stigma sebagai alat represif penguasa terhadap kelompok oposisi dan menyebar teror untuk menciptakan rasa takut publik. Kekuasaan orde baru, telah ...
Opini

Disabilitas Menteri atau Menteri Disabilitas

Indonesia masih sering memandang curriculum vitae sebagai simbol status sosial, bukan sebagai rekam jejak kompetensi. Banyak pejabat yang ingin menjabat kembali demi membangun citra sebagai tokoh ...