JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pemerintah sangat ambisius untuk membangun kereta api cepat Jakarta-Bandung. Penggarapan proyek tersebut diperkirakan menghabiskan dana 60 triliun.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Nizar Zahro menegaskan, pihaknya menolak rencana proyek tersebut. Pasalnya, pembiayaannya menggunakan dana pinjaman yang menyimpan beban kerugian dan harus ditanggung negara.
"Itu kan tenornya 40 tahun. Bunganya 2 persen. 2 persen dari 60 triliun itu ada sekitar 12 triliun. Jadi hitungannya, 1,2 dikalikan 4 berarti kan 40 triliun. Kita pinjam 6O triliun berarti harus mengembalikan 100,4 triliun. Uang siapa yang mau dikembalikan. Walaupun uang itu uang BUMN, tetapi BUMN yang dikerjasamakan dengan pemerintah China itu uang pemerintah kita. Kita dari Fraksi Gerindra konsisten menolak tentang kereta cepat atau kereta agak cepat dalam bahasanya sekarang. Karena itu merugikan negara dan itu membebani rakyat. Uang 60 triliun nanti kita mengembalikan 100,4 triliun selama 40 tahun," ujar Nizar di gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (6/10/2015).
Selain itu, Nizar juga menilai kereta cepat Jakarta-Bandung tidak memiliki nilai efisiensi. Pasalnya, jarak dari Jakarta ke Bandung dinilai relatif dekat sehingga kontraproduktif dengan kecepatan yang dibidik.
"Bandung-Jakarta yang jaraknya hanya 150 kilometer itu tidak efektif sekali. Karena membutuhkan 8 atau 10 stasiun. Sehingga kalo 8-10 stasiun. 150 KM dibagi 8 sampai 10 stasiun, berarti jarak per antar stasiun hanya 15 KM. Dia tidak bisa memaksimalkan kecepatan dari kereta cepat itu," ungkap politisi kelahiran Madura ini.
Selain kerugian finansial, ia juga memastikan negara akan sangat dirugikan secara teknologi dari proyek tersebut. Menurut hemat dia, biasanya dalam paradigma sebuah negara yang berkembang, kereta cepat terkategorikan sebagai transportasi andalan di level yang terakhir atau level ketiga.
"Mestinya kalau presiden itu konsekwen dengan Nawacita, membangun tol laut atau bahasanya kita koneksi laut. Karena tol laut itu masuk angkutan level kedua. Di mana memindah barang dan jasa, dari segi laut itu lebih murah. Dan lebih banyak angkutan barangnya. Sementara kita mengangkut penumpang saja dari Bandung dengan Jakarta, asumsinya 200 ribu per orang. Tapi tanggungan negara 40 Triliun dari pinjaman uang 60 Triliun itu. Kita tetep menolak karena itu semangat merugikan kepada negara," tutupnya.(yn)