JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Politisi PDIP Effendi Simbolon mengeluarkan perkataan yang mengejutkan. Dirinya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seluruh anggota Komisi VI DPR RI yang telah menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Menurutnya, persetujuan PMN ini sangatlah tidak logis di tegah keuangan Indonesia yang sedang mengalami keterpurukan.
"Logikanya APBN kita sedang mengalami devisit. Ko, bisa-bisanya mereka (Komisi VI) memberikan persetujuan PMN," kata Effendi di kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (22/10/2015).
Menurut anggota Komisi I DPR ini, dengan dikeluarkan PMN ini sama saja dengan menguras uang rakyat, yang belum terlihat keuntungannya apa dengan menambahkan modal untuk perusahaan pelat merah tersebut.
Dirinya juga meminta agar pembahasan PMN ini dibawa ke sidang Paripurna. Agar semua Fraksi di DPR mengetahui latar belakang penambahan modal untuk BUMN itu.
"Jangan di Komisi dong bawa ke Paripurna, kita butuh clear masalah PMN. Kita sedang kekurangan uang ko bisa, disetujui seharusnya tidak. Proyek yang sudah di resmikan saja harus di tunda karena kita kekurangan uang," tegasnya.
Seperti diketahui pada tahun 2016, sebanyak 22 BUMN diusulkan mendapat suntikan modal sebesar Rp 31,318 triliun, terdiri atas Rp 28,75 triliun dalam bentuk tunai dan Rp 629,5 miliar non tunai.
BUMN yang mendapat suntikan PMN tunai yaitu PT PLN sebesar Rp 10 triliun, PT Hutama Karya sebesar Rp 3 triliun, PT Wijaya Karya Rp 3 triliun, PT Angkasa Pura II Rp 2 triliun, PT Pembangunan Perumahan (PP) Rp 2 triliun, Perum Bulog Rp 2 triliun, PT Krakatau Steel Rp 1,5 triliun.
Selanjutnya PT Jasa Marga Rp 1,25 triliun, PT Industri Kereta Api Rp 1 triliun, sedangkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Barata Indonesia, PT Reasuransi Indonesia Utama, PT Askrindo, Perum Jamkrindo dan PT Bahana PUI masing-masing Rp 500 miliar.
Adapun BUMN yang mendapatkan PMN non tunai meliputi PT Krakatau Steel sebesar Rp 956,49 miliar, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Rp 692,5 miliar, PT Pelni Rp 564,8 miliar, Perum Perumnas Rp 235,41 miliar, PT Perkebuna Nusantara VIII Rp 32,78 miliar, PT Amarta Karya Rp 32,15 miliar, PT Perikanan Nusantara Rp 29 triliun, PT Perkebunan Nusantara I Rp 25 triliun.(yn)