JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Arus protes terhadap pernyataan Mendagri Tjahyo Kumolo tentang kolom agama boleh dikosongkan terus mengalir. Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini menyayangkan sikap Mendagri tersebut. Menurut Jazuli pernyataan Mendagri tersebut mengabaikan kepentingan dan perasaan mayoritas penduduk Indonesia yang memiliki agama. "Buat orang Islam dan pemeluk agama-agama yang sudah diakui negara, kolom agama ini sangat penting. Sebab, ada implikasinya, misalnya terkait dengan pernikahan, kematian dan warisan," ujar Jazuli dalam percakapan dengan TeropongSenayan.com, tadi malam (7/11/2014).
Anggota DPR dari dapil Banten III ini menambahkan, jika kolom agama seseorang di KTP dikosongkan, orang lain atau pejabat administrasi terkait tidak dapat melakukan identifikasi dan implementasi terhadap seorang yang punya urusan tertentu.
Jazuli menilai pernyataan Mendagri tersebut membingungkan masyarakat. Karenanya ia minta Mendagri agar berpikir matang dan mendalam sebelum mengambil suatu keputusan. "Dan jangan karena ada tuntutan dari segelintir orang lalu mengambaikan kepentingan mayoritas," tegas Ketua Frasi PKS DPR ini.
Jazuli mengakui Indonesia bukanlah negara agama. Akan tetapi agama di negeri ini harus menjadi landasan pembangunan bangsa dan negara. Dan hal itu tercermin pada sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Para pendiri bangsa telah merumuskan Pancasila sebagai dasar negara bukan tiba-tiba tetapi melalui proses yang panjang. "Saya mengajak seluruh komponen bangsa untuk kembali membaca sejarah. Janganlah kita ingkari dan khianati pendiri negeri ini," tegas Jazuli.
Tentang adanya keyakinan masyarakat yang secara formal belum diakui negara, Jazuli minta Mendagri memberi solusi. Misalnya dengan membuka dan memfasilitasi pengurusan pengakuan keyakin mereka scara formal lewat mekanisme yang brlaku di negri ini. "Jangan ambil jalan pintas dengan menyinggung sebagian besar warga negara," pinta Jazuli.
Seperti diberitakan, Mendagri Tjahjo Kumolo Kamis (6/11/2014) menyatakan kolom agama di KTP milik orang yang memiliki agama dan kepercayaan yang belum diakui pemerintah boleh dikosongkan. Pernyataan tersebut mengundang banyak kritik, termasuk oleh PBNU dan Muhmmadiyah. (b)