JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan Mendes Marwan Djafar disebut-sebut oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin dalam sebuah persidangan kasus korupsi mega proyek Hambalang beberapa waktu lalu.
Tak ayal tudingan tersebut menimbulkan berbagai spekulasi. Bagaimana tidak, Nazarudin yang yakin nyayiannya tersebut akan ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), justru yang sebaliknya malah sebaliknya. KPK hingga kini tak pernah menggubris nyanyian bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
Padahal, berkali-kali dia melontarkan nyanyiannya dalam sebuah persidangan di Tipikor bahwa memang ada uang yang dinikmati oleh Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Marwan Djafar dari perusahan Permai Group terkait mega proyek Hambalang.
Menanggapi hal tersebut, mantan Politisi Partai Demokrat I Wayan Gede Pasek Suardika mengkritik keras KPK. Menurutnya, KPK seharusnya proaktif dan tidak perlu menjadikan "nyanyian" Nazaruddin sebagai pelecut KPK agar memeriksa nama yang disebutkan itu.
Alasannya, kata dia, KPK sudah menyita dokumen laporan aliran dana keuangan Grup Permai milik Nazar.
Jadi, lanjut dia, seharusnya KPK tidak perlu menunggu nyanyian Nazarudin terkait nama-nama yang disebutkan dan KPK tidak perlu bersikap politis.
"Kalau mau jujur dan berlaku adil maka semua itu bisa ditelusuri. Bukankah Nazar kena TPPU sehingga aliran dananya bisa diikuti. KPK enggak seriusi laporan keuangan yang sudah lengkap itu, baik nama, jumlah, siapa yang bawa, hingga mata uangnya. Untuk apa menunggu disuruh menyanyi baru digarap. Kesannya politis banget," kata anggota DPD RI ini saat dihubungi di Jakarta, Jumat (27/05/2016).
Menurutnya, kalau bicara murni penegakan hukum, seharusnya KPK tidak pandang bulu dan tidak pilih-pilih dalam memanggil satu pihak dan menangani sebuah kasus.
"Bukti laporan keuangan sudah ada, saksi-saksi ada tetapi kan bertahun-tahun tidak ditindaklanjuti. Kalau sekarang nyasar orang-orang tertentu sementara nama lain yang dulu pernah disebut juga menguap tanpa diproses apapun, ya itu namanya politis," tandas Pasek.
Pasek lalu mencontohkan kasus TPPU yang melibatkan Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Menurut Pasek, Nazar pernah menyebut Grup Permai itu punya Anas, tetapi anehnya tidak ada satu pun aset Grup Permai yang disita oleh KPK.
"Malah yang disita tanah milik Ponpes yang dibeli sebelum Anas Urbaningrum jadi DPR. Banyak sekali keanehan. Tetapi itulah hukum kita saat ini. Sehingga sudah tidak menarik berharap penegakan hukum memang untuk keadilan. Karena masih saja pertimbangan politik dijadikan pertimbangan jalan atau tidak sebuah kasus," jelasnya. (iy)