JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Ada enam temuan yang menyebabkan BPK mengganjar atau memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2015. Opini ini tak lebih baik dibanding LKPP 2014.
"Ada enam permasalahan yang ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPP tahun 2015 yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP," ujar Harry Azhar Azis, Ketua BPK saat melaporkan LKPP 2015 di rapat paripurna DPR RI, Kamis (2/6/2016).
Pada acara yang berlangsung di gedung Nusantara 2 komplek parlemen Senayan, Jakarta itu, Harry mengungkapkan permasalahan tersebut gabungan ketidaksesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ke enam temuan tersebut, menurut Harry, adalah ketidakpastian nilai Penyertaan Modal Negara pada PT PLN (Persero) yang seharusnya disajikan dalam LKPP sehubungan dengan tidak diterapkannya Kebijakan Akuntansi ISAK 8 pada Laporan Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2015.
Kemudian, pemerintah menetapkan Harga Jual Eceran Minyak Solar Bersubsidi lebih tinggi dari Harga Dasar termasuk Pajak dikurangi Subsidi Tetap sehingga membebani konsumen dan menguntungkan badan usaha sebesar Rp3,19 triliun. Pemerintah belum menetapkan status dana tersebut.
Berikutnya adalah adanya Piutang Bukan Pajak sebesar Rp1,82 triliun dari uang pengganti perkara tindak pidana korupsi pada Kejaksaan RI dan sebesar Rp33,94 miliar dan USD206.87 juta dari Iuran Tetap, Royalti, dan Penjualan Hasil Tambang (PHT) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tidak didukung dokumen sumber yang memadai serta sebesar Rp101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar.
Selanjutnya adanya persediaan pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp2,49 triliun belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi dan rekonsiliasi Barang Milik Negara yang memadai serta Persediaan untuk Diserahkan ke Masyarakat pada Kementerian Pertanian sebesar Rp2,33 triliun belum dapat dijelaskan status penyerahannya.
Berikutnya adalah pencatatan dan penyajian catatan dan fisik Saldo Anggaran Lebih (SAL) tidak akurat sehingga BPK tidak dapat meyakini kewajaran transaksi dan/atau saldo terkait SAL sebesar Rp6,60 triliun.
Terakahir adanha koreksi langsung mengurangi ekuitas sebesar Rp96,53 triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp53,34 triliun, tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.(ris)