JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Upaya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendorong Bank Sentral Singapura membatasi peredaran uang 10.000 SGD membuahkan hasil. Pada pertemuan antara PPATK dengan STRO selaku FIU dari Singapura, Kepala PPATK menyampaikan berbagai alasan mengapa uang pecahan 10.000 Dolar Singapura seharusnya tidak lagi diterbitkan.
Selama ini, kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf, terjadi penyalahgunaan fungsi uang bernomimal besar tersebut. "Uang pecahan 10.000 SGD belakangan ini menjadi favorit para pelaku suap (koruptor) di Indonesia," katanya seperti dikutip dari situs www.ppatk.go.id, di Jakarta, Rabu (31/12/2014).
Selain itu, kata Yusuf, PPATK menilai penggunaan uang pecahan ini tidak logis dan sulit digunakan dalam keperluan transaksi sehari-hari. "Saya datang sendiri ke STRO,” ujarnya
Uang dengan nilai setara Rp94 juta ini rentan digunakan sebagai sarana penyuapan atau gratifikasi seperti yang terjadi pada kasus Gayus Halomoan Tambunan dan kasus oknum hakim Syarifuddin. "Pecahan uang ini digunakan sebagai alat suap untuk mengakali agar rekening yang bersangkutan tidak terlacak oleh PPATK," terang dia lagi
Atas dasar itulah, sambung Yusuf, PPATK mendorong otoritas bank sentral di Singapura untuk tidak lagi menerbitkan uang pecahan dengan denominasi 10.000, SGD. Hal ini dilakukan demi meminimalisir tindak kejahatan dengan menggunakan transaksi tunai.
Upaya yang dilakukan PPATK membuahkan hasil dengan dikeluarkannya MAS NOTICE 763 oleh Pemerintah Singapura (Monetary Authority of Singapore) tertanggal 30 September 2014 tentang Larangan Peredaran Mata Uang 10.000 SGD. MAS NOTICE 763 pada pokoknya memuat, 'Any bank that has possession or comes into possession on any currency note of a denomination of 10.000 Singapore dollars shall not recirculate the note'. "Uang 10.000 Dollar Singapura hanya boleh beredar antar bank saja,” imbuhnya. (ec/b)