JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua Komisi VII DPR Mulyadi mengungkapkan, proses pembahasan revisi Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak bumi dan gas (Migas) saat ini masih dalam tahap persiapan.
"Masih persiapan untuk disampaikan ke badan legislasi (baleg) karena ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan. Terutama adalah terkait bentuk badan usaha pertambangan khusus," ungkap politisi Demokrat ini di kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Lebih lanjut Mulyadi mengatakan, dalam revisi UU tersebut nantinya Komisi VII akan mempertegas kewenangan pengaturan, khususnya di hulu dan hilir.
"Kemudian pengaturan hulu hilir mau kita perjelas. jadi perlu pasal-pasal yang jelas dan tidak multi tafsir," terang dia.
Terkait pengaturan di hilir, lanjut dia, pihaknya akan mendorong upaya pembenahan yang mana selama ini sektor hilir banyak dikeluhkan.
"Hilir ini tidak boleh monopoli karena selama ini kan seolah olah Pertamina monopoli di hilir. hilir ini bnyak keluhan karena di uu sebelumnya belum diatur," kata dia.
Tak hanya itu, kata dia, dalam revisi UU Migas juga akan mendorong penguatan kewenangan badan khusus yang saat ini masih namanya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
"Badan usaha khusus ini nantinya diberikan privilege (keistimewaan) oleh negara dan bisa lakukan kerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Tapii bentuk kerjasamanya tidak seperti dulu. Dimana KKKS sejajar tapi dalam revisi uu migas nanti posisi negara melalui badan khusus akan lebih tinggi," ungkapnya.
Saat ditanya apakah naskah akademik dan draf RUU tersebut sudah ada, Mulyadi membenarkannya.
"Draf UU sudah ada dan naskah akademik juga sudah ada. sejak 2015 UU ini masuk Prolegnas prioritas. Kami bertekad akan menuntaskan RUU Minerba dan Migas tahun 2017 menjadi UU," pungkasnya.(yn)