JAKARTA (TEROPONGSENAAYN) - Pengamat Kebijakan Publik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah menilai, antusiasme umat Islam dalam menyambut kunjungan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz Al Saud, ternodai oleh kehadiran terdakwa penista agama Islam, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Hal itu disampaikan Amir menanggapi kehadiran Ahok saat mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah kabinet kerja saat menyambut kedatangan Raja Salman dan rombongan di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2017) kemarin.
"Dengan mengikutsertakan Ahok yang berstatus terdakwa penodaan agama, Jokowi telah memunculkan preseden buruk," kata Amir, Jakarta, Kamis (3/3/2017).
Menurut Amir, tidak salah apabila kemudian muncul penilaian dari publik bahwa Jokowi begitu terang-terangan dan ngotot ingin melindungi seorang terdakwa penista agama mayoritas yang kini sudah berproses di pengadilan.
"Jokowi telah memberikan contoh buruk bagi rakyat. Bagaimana bisa dia menggandeng seorang penista Agama Islam untuk menyambut penjaga dua kota suci umat Islam (Mekah dan Madinah) yang sangat sakral? Apa pantas seorang penista agama ikut menyambut dan bersalaman dengan tamu agung penjaga Baitullah Ka'bah?, Memalukan!," cetus Amir.
Amir mengaku, penilaian ini bukan soal senang atau tidak senang Ahok dibawa ikut sambut Raja Salman, tetapi semuanya harus merujuk pada aturan perundang-undangan dan norma kepantasan.
Berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DKI Jakarta memiliki dua posisi, yakni sebagai daerah otonom dan Ibukota negara.
Dari UU Nomor 29 Tahun 2007 tersebut, Ahok selain sebagai kepala daerah otonom juga menjabat kepala pemerintahan Ibukota. Hal ini diatur dalam Pasal 26-30 UU tersebut.
"Bahwa gubernur DKI juga mempunyai kedudukan protokoler yang antara lain bisa ikut rapat kabinet serta mendampingi presiden menerima tamu kenegaraan. Dengan demkian Ahok tidak salah ikut menyambut Raja Salman," terang Amir.
Meski begitu, lanjut Amir, harus dipahami juga dalam menyambut tamu negara semestinya melihat tata krama hubungan internasional dan diplomatik.
"Karena bisa saja Raja Salman di kemudian hari akan memberikan respon tidak terduga terkait kehadiran terdakwa penodaan agama dalam prosesi penyambutannya. Ini terlihat dari bahasa tubuh penolakan Raja Salman saat bersalaman dengan Ahok," pungkas Amir. (icl)