JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Belakangan ini sejumlah tokoh ditangkapi aparat kepolisian dengan dugaan percobaan makar.
Dugaan makar jilid I, polisi menangkap sejumlah tokoh di antaranya Rachmawati Soekarnoputri, Sri Bintang Pamungkas, Hatta Taliwang dan Firza Husein. Dugaan makar jilid II atau paling teranyar, Polda Metro Jaya mengamankan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath bersama empat orang lainnya dan telah ditetapkan sebagai tersangka makar.
Namun, publik masih mempertanyakan penangkapan tersebut. Apakah orang yang ditangkap itu benar-benar ingin melakukan makar?. Lalu makar itu sendiri pengetiannya seperti apa?.
Secara umum berdasarkan Kitab Undag-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 104, 106 dan 107 makar adalah gangguan keamanan negara yang ditujukan kepada presiden dan wakil presiden dan ingin menguasai negara dan pemerintahan secara ilegal.
Guna mendalami makar itu sendiri, TeropongSenayan berkesempatan berbincang dengan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani yang ditemui di gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Rabu (5/4/2017).
Berikut petikan wawancaranya:
- Bagaimana anda melihat pemerintah yang kerap mengeluarkan kata makar kepada umat Islam yang ingin melakukan demonstrasi?
Sebenarnya saya juga agak kaget kosakata (makar) ini jadi terkenal sekali. Ada orang mau demo makar, ada orang mau berbeda makar.
- Sebetulnya kata makar itu sering disebut pemerintah sejak tahun berapa?
Situasi ini kan dulu terkenal pada tahun 70-an sampai 80-an, karena ketika itu jarak dengan G30S PKI sangat dekat. Setelah itu kan 90-an kesini sudah tidak lagi terdengar.
- Jadi anda sangat terkejut pasca reformasi kosakata makar itu muncul kembali?
Ya kaget, di era Reformasi sekarang ini kok kosakata itu kembali terdengar, karena kita sudah sepakat bahwa proses demokrasi adalah pilihan kita. Betapa pun kita berbeda, semua harus diselesaikan dengan jalur demokrasi.
- Bila bicara demokrasi, kenapa kata makar itu sering kali keluar?
Jadi kalau kemudian kata makar itu dikumandangkan kembali, yang dimaksudkan untuk melumpuhkan kekuatan-kekuatan oposisi, ini cara-cara di luar dari demokrasi. Dan ini justru mengancam kesucian demokrasi, karena kalau pun ada (upaya makar), apa iya?.
- Jadi yang harus dilakukan pemerintah seperti apa?
Menurut saya tugas pemimpin bangsa pemerintah, masyarakat, aparat penegak hukum untuk memperbanyak kesamaan pandang supaya optimisme kita dalam bernegara ini menjadi sebuah kebersamaan. Supaya kita membangun bersama lagi, bukan malah menebar benih kecurigaan termasuk kebencian.
- Bila ternyata terulang kembali, apakah hal itu membuat demokrasi kita terganggu?
Ini mengarah hal yang lebih tragis lagi. Nah menurut saya kita tidak boleh mengembangkan kecurigaan kosakata (makar) ini, dengan melakukan pembiaran terus menerus. Dan ini justru merugikan kita, dalam berbangsa.
- Apakah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi pemicu kata makar itu keluar?
Sepertinya, yang kita rasakan di lapangan adalah suasana yang tidak kondusif dalam demokrasi ini dan kami percaya suasana ini bisa dibangun lebih baik lagi.