Opini
Oleh Asyari Usman (Mantan Wartawan BBC) pada hari Rabu, 05 Apr 2017 - 21:42:09 WIB
Bagikan Berita ini :

Pak Ahok, “Iconic Project” yang Sangat Berbahaya

75IMG_20170201_194417.jpg
Asyari Usman (Mantan Wartawan BBC) (Sumber foto : Istimewa )

Ibu Megawati Soekarnoputri beserta jajaran seniornya di PDIP, plus para pejuang persamaan hak dan para pemikir liberalisme, dan sejumlah investor oportunis ingin menjadikan Pak Ahok sebagai “iconic project” (proyek unggulan) mereka untuk menguji kadar toleransi di masyarakat Indonesia. Pengujian itu dilakukan dengan “memaksakan” agar Pak Ahok terpilih menjadi gubernur DKI pada pilkada putaran kedua, 19 April nanti.

Membuat proyek politik seperti ini tentu boleh-boleh saja dilakukan. Tetapi, kita bertanya apakah Bu Mega dan timnya sudah membuat hitungan cermat dari segala sisi ketika mau meluncurkan proyek? Pertanyaan ini bisa jadi kedengaran “bodoh” dengan alasan, misalnya, sekarang ini semua warga negara berhak dan bisa menjadi apa saja. Betul, tidak salah!

Tetapi, sebuah proyek politik berskala besar tentu akan bersentuhan dengan banyak hal. Misalnya, apakah sudah diperhitungkan “gangguan lingkungan” yang bakal ditimbulkannya; sudahkah para “tetangga” megaproyek politik ini menyatakan keikhlasan mereka untuk menerima kehadiran “pabrik politik” yang selama ini belum pernah ada di lingkungan mereka?

Kita khawatir, Bu Mega dan kawan-kawan yang mendukung proyek ini ibarat penguasa zaman otoriter dulu yang bisa sesuka hati membebaskan lahan untuk sebuah proyek dan kemudian proyek itu dilaksanakan tanpa feasibility study, tanpa izin bangunan, tanpa Amdal, dan tanpa konsultasi dengan warga sekitar. Pokoknya harus jadi, tidak peduli ada keberatan dari siapa pun.

Kalau di era otoriter tempohari, besar kemungkinan sebuah proyek yang tidak disukai masyarakat tetap bisa dipaksakan karena, waktu itu, rakyat Indonesia memang “mudah digertak” oleh penguasa. Sekarang tampaknya situasi sosial-politik kita sudah banyak berubah. Orang atau kelompok orang tidak bisa lagi dipaksa menerima kehendak penguasa.

Tidak yakin rasanya kalau Bu Mega tidak bisa menangkap pesan-pesan tersirat (coded message) dari warga Indonesia yang menunjukkan keberatan yang sangat dalam terhadap proyek unggulan Ibu ini. Proyek politik Bu Mega ini sangat sarat masalah. Ibu dan kawan-kawan memaksa rakyat untuk “memakan hidangan” yang menunya tidak merekai sukai, atau bahkan ada yang menganggapnya haram.

Tidakkah terpikirkan bagaimana situasi yang akan terjadi kalau kita memaksa orang lain menelan makanan yang bagi mereka hukumnya haram? Sempatkah aspek ini dicermati, ataukah pemaksaan itu sengaja dilakukan untuk mengukur reaksi orang yang dipaksa?

Bu Mega tampaknya hanyut oleh masukan-masukan dari para investor dan para perancang proyek besar ini. Terasa Bu Mega begitu mudah terpesona oleh rancang bangun proyek yang begitu indah dilihat tetapi tanpa hitungan biaya yang sangat mahal.

Para investor, perancang, dan konsultan proyek politik ini tidak transparan mengenai cost yang akan dipikul oleh bangsa dan negara. Mereka sangat gegabah dan terkesan sengaja ingin menantang warga yang dipaksa menerima proyek itu.

Tidakkah terpikirkan bahwa para investor, perancang, dan konsultan proyek politik besar ini bisa dengan mudah kabur dari lokasi proyek bila akhirnya warga sekitar menyerbu? Mereka sudah menyiapkan cara dan jalan untuk melarikan diri. Mereka dengan mudah meninggalkan Bu Mega dan massa pendukung Ibu yang akhirnya akan menghadapi situasi yang serba berantakan.

Miskalkulasi dan anggap enteng (underestimate) dalam perancangan dan pengelolaan proyek unggulan ini, bisa fatal akibatnya.

Proyek pemaksaan Pak Ahok menjadi gubernur DKI ini merupakan hal yang mempermalukan orang lain. Sangat wajar dipikirkan bahwa orang yang dipermalukan biasanya akan menunjukkan dua opsi saja: (1) diam sambil bersedih, atau (2) nekat menebus kehormatan yang mereka rasa tercoreng.

Mungkin saja semua sisi proyek unggulan ini sudah diperhitungkan oleh Bu Mega dan tim kepercayaan beliau. Semoga saja demikian.

Kalau pun ada yang terlupakan, kita berharap semoga tulisan ini masih bisa berkontribusi untuk merumuskan “pembatalan” proyek besar yang sangat toxic itu.(*)

(Artikel ini merupakan opini pribadi penulis, tidak ada kaitannya dengan BBC)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 79 - SOKSI
advertisement
HUT RI 79 - ADIES KADIR
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Partai Golkar Harus Klarifikasi

Oleh Rizal Fadila
pada hari Selasa, 01 Okt 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Beredar video orang yang mirip dengan FEK yang berstatus Tersangka dalam kasus penyerbuan gerombolan acara FTA di Grand Hotel Kemang 28 September 2024. Ia terlihat berada ...
Opini

Sang Kuda Hitam itu Ternyata Seorang Srikandi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Hari ini adalah anggota DPR RI terpilih resmi dilantik. pileg 2024 telah usai dan melahirkan pengalaman, kenangan yang melahirkan para pemenang dari dapil masing-masing, ...