JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Terdakwa penista agama, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diyakini mustahil lolos dari hukuman penjara.
Tuntutan ringan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tak akan banyak membantu jika merujuk pada yurisprudensi yang pernah ada.
"Minimal Ahok akan divonis kurungan satu tahun penjara. Soal tuntutan percobaan JPU saya yakin akan diabaikan oleh majelis hakim PN Jakarta Utara," kata Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR), Sugiyanto, kepada TeropongSenayan, Minggu (7/5/2017) malam.
Bahkan, kata Sugiyanto, vonis yang akan dijatuhkan hakim bisa jauh lebih berat dari tuntutan Jaksa apabila hati nurani hakim sunggguh-sungguh memperhatikan dan mempertimbangkan reaksi rakyat yang sempat mengguncang stabilitas Negara.
"Akal waras sulit menerima jika seorang penista agama yang membuat pemerintah dan Negara sempat gaduh dan panik luar biasa dibiarkan lolos," kata Sgy, demikian Sugiyanto akrab disapa.
Karenanya, Sgy memandang, bahwa hakim akan menjatuhkan hukuman yang melebihi tuntutan, yakni penjara 4 tahun sesuai Pasal 156, atau bahkan 5 tahun penjara sesuai Pasal 156a KUHP.
Alasannya, dua pasal itulah yang sedari awal digunakan Korps Adyaksa pimpinan eks politisi NasDem, M Prasetiyo saat mendakwa Ahok di awal persidangan.
Selain itu, kata Sgy, hakim juga tak bisa begitu saja mengabaikan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 11 tahun 1964 bahwa penghinaan agama harus dihukum berat.
Lebih jauh, dia menjelaskan, boleh saja jaksa mengatakan Ahok tidak terbukti melakukan penistaan agama. Tapi di lain sisi, ada Fatwa MUI yang secara tegas menyebut Ahok telah menistakan agama.
Bahkan, pendapat yang sama juga disampaikan oleh dua ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah.
"Hakim paham betul, bagaimana bunyi fatwa MUI dalam kasus ini. Tidak ada multitafsir dan tidak ada dissenting opinion antar ulama semua ormas Islam di MUI. Bahkan, KH Ma'ruf Amin (Ketua MUI) 'turun' sendiri menjadi saksi ahli agama di persidangan," bebernya.
"Pertanyaannya, jika sekarang hakim tidak mau menjadikan fatwa itu sebagai dasar, lantas mau pake fatwa siapa? Mau nunggu fatwa malaikat?," cetus Sgy.
"Tolong jangan lecehkan ulama dan guru-guru kami. Mereka adalah pewaris nabi dan panutan umat yang selama ini ikhlas mengabdi kepada bangsa dan Negara melebihi pengabdian PNS manapun. Dengarkan fatwa ulama dan kyai kami wahai yang mulia majelis hakim," pesan Sgy.
Diketahui, sebelumnya pada Oktober tahun 2016 lalu, MUI telah menerbitkan fatwa dalam bentuk pendapat dan sikap resmi keagamaan menyikapi pernyataan Ahok terhadap Surat Al Maidah ayat 51.
Fatwa itu memutuskan Ahok telah menghina Al-Qur'an dan menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
Fatwa tersebut keluar setelah ada permintaan Bareskrim Polri untuk digunakan dasar menetapkan Ahok sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. (icl)