JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Menteri ESDM, Ignasius Jonan, sedang frustrasi. Penyebabnya revisi PP Nomor 79/2010 guna memberi kepastian bagi pajak investor minyak dan gas bumi, tidak kunjung selesai.
"Sempat ada komentar tentang amandemen PP Nomor 79/2010. Ini saya juga frustrasi, coba nanti saya tanyakan sudah sampai sejauh mana, sudah tujuh bulan, juga tidak kunjung selesai," kata Jonan, di depan Asosiasi Industri Minyak dan Gas Bumi, di Jakarta, Rabu (17/5/2017).
Jonan menegaskan jika memang ada yang perlu dibantu akan diselesaikan secepat mungkin. Selain itu, jika ada kendala tentang administrasi bisa menghubungi Kementerian ESDM langsung untuk dibantu penyelesaiannya kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
PP Nomor 79/2010 mengatur biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi. Revisi tersebut masih mentok di Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pada September 2016, menjelaskan revisi itu diharapkan mampu meningkatkan nilai keekonomian proyek melalui penaikan internal rate of return guna membuat kegiatan sektor hulu migas menjadi lebih menarik bagi investor.
"Berdasarkan kalkulasi, maka nilai keekonomian proyek akan meningkat melalui internal rate of return yang naik dari 11,59 persen menjadi 15,16 persen dengan dukungan pemberian fasilitas perpajakan maupun non-perpajakan terutama pada masa eksplorasi," katanya.
Pokok-pokok perubahan revisi PP 79/2010 tersebut antara lain, pertama, pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan akan ditanggung pemerintah.
Kedua, fasilitas perpajakan pada masa ekploitasi mencakup PPN impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan ditanggung pemerintah hanya dalam rangka pertimbangan keekonomian proyek.
Ketiga, pemerintah memberikan pembebasan pajak penghasilan pemotongan atas pembenanan biaya operasi fasilitas bersama oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya pokok kantor pusat.
"Pemberian fasilitas perpajakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan," ucap Mulyani.
Keempat, ada kejelasan fasilitas nonfiskal mencakup kredit investasi, depresiasi dipercepat, dan pembebasan kewajiban menyetor ke pasar dalam negeri hingga produksi puncak.
Kelima, revisi ini akan menambahkan konsep bagi hasil penerimaan menggunakan rezim sliding scale, di mana pemerintah mendapatkan bagi hasil yang lebih apabila harga minyak tinggi.
Selain itu, revisi tersebut juga menjelaskan bahwa kontraktor harus memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan UU atau dapat memilih mengikuti ketentuan yang berlaku atau sesuai dengan kontrak yang berlaku. (plt/ant)