JAKARTA (TEROPONGSENNAYAN) -- Hotel Alexis belum lama ditutup oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Penutupan itu dilakukan karena hotel tersebut telah menyimpang dan melakukan praktek prostitusi terselubung.
Sejak saat itulah Hotel Alexis terus menjadi perbincangan berbagai kalangan dari kalangan atas hingga warung kopi pinggir jalan. Nama Alexis yang mencuat dalam perdebatan kampanye Pilkada membuat orang ingin tahu siapa pemilik kegiatan usaha dengan gedung bercorak warna-warni ini. Alexis diambil dari nama pemiliknya, pengusaha Alex Tirta.
Dia merupakan pemilik usaha tempat hiburan malam yang paling besar di Jakarta. Selain Alexis, yang selama ini mengaku sebagai griya pijat dan hotel, Alex Tirta disebut-sebut memiliki tempat hiburan lainnya. Tetapi dia hanya pernah berkomentar tentang Alexis.
Alex Tirta juga aktif menjadi pengurus olahraga bulutangkis. Dia disebut menggemari cabang olahraga penyumbang medali emas bagi Indonesia di berbagai ajang dunia. Alex Tirta terpilih sebagai Ketua Umum Pengprov PBSI DKI Jakarta 2015-2019. Kepengurusan PBSI Pusat yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Wiranto mengangkat Alex Tirta sebagai Wakil Ketua Umum I untuk periode 2016-2020. Alex Tirta membawahi bidang pembinaan prestasi, pelatnas, dan pengembangan prestasi dan sains olahraga. Pemilik PB Exist ini mengaku siap mengucurkan dana untuk pembinaan bulutangkis Indonesia.
Abraham “Lulung” Lunggana, wakil ketua DPRD DKI Jakarta dari Partai Persatuan Pembangunan, pernah menuding Alexis yang dimiliki Alex Tirta dan dikelola bersama putranya adalah tempat prostitusi. "Alexis izinnya griya sehat. Ada pelacuran di sana. Mau enggak Ahok tertibkan di sana? Malioboro izinnya (juga) griya sehat, yang ada pelacuran," kata Lulung di Jakarta, Jumat 12 Februari 2016, sebagaimana dikutip media.
Alex Tirta menanggapi tudingan Lulung dengan kalem. “Sudah, dengerin saja," kata pemilik Alexis, Alex Tirta kepada media. Alex Tirta juga membantah isu penyalahgunaan izin usaha hiburan. Pengelola Alexis juga pernah dilaporkan ke polisi karena tidak membayar royalti lagu yang diputar di kamar-kamar eksekutif di sana. Menurut perhitungan, kerugian para produser musik diperkirakan mencapai Rp 3 miliar selama 2016. (aim)