JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menentang keras wacana pemerintah yang akan melakukan swastanisasi pada aset strategis nasional yakni 30 bandara dan 20 pelabuhan.
Menurutnya, wacana tersebut membuktikan bahwa kondisi keuangan negara sedang mengalami sengkarut.
"Pemerintah mengeluarkan wacana swastanisasi bandara dan pelabuhan dengan dalih penghematan anggaran negara yang sedang mengalami defisit. Dengan kata lain, pemerintah mengamini bahwa keadaan keuangan negara saat ini sedang compang-camping," tandas Politikus Gerindra itu di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Diingatkannya, rencana swastanisasi perlu dipikirkan secara matang dan bijaksana.
Pasalnya, kata dia, pelabuhan dan bandara merupakan wilayah yang strategis yang menjadi pintu masuk segala ancaman dari luar.
"Seperti penyelundupan barang-barang illegal, obat-obat terlarang dan perdagangan manusia," ungkap mantan Wakil Ketua Komisi VI itu.
Jika swastanisasi benar-benar di jalankan, maka otomatis peran negara akan sangat kecil untuk melakukan kontrol, ujarnya.
"Itu berarti bahwa kedaulatan negara bisa terancam," tegasnya.
Menurutnya, swastanisasi dan privatisasi aset strategis nasional bukanlah jalan keluar yang tepat untuk menjawab persoalan minimnya anggaran APBN untuk pengelolaan pelabuhan dan bandara.
Tak hanya itu, sambung Heri, kedaulatan bangsa dan negara juga tak bisa diabaikan atas nama anggaran negara yang defisit
"Justru di situlah tantangan pemerintah untuk bagaimana melakukan pembangunan tanpa mengorbankan hal-hal strategis," tandasnya.
Logika swastanisasi dan privatisasi yang digaungkan oleh beberapa pengambil kebijakan yang hanya mempersoalkan untung rugi sangat tidak tepat jika diterapkan pada sektor-sektor strategis.
"Dari pengalaman yang sudah-sudah, swastanisasi dan privatisasi akan menimbulkan penetrasi dana asing dalam jumlah besar," ujarnya.
"Dan sudah pasti ujungnya adalah soal siapa, kapan, dan berapa untungnya," sindirnya. (icl)