PADANG (TEROPONGSENAYAN)--Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) berharap IAIN Bukittinggi segera mengakhiri polemik yang muncul soal larangan pemakaian cadar di kampus itu.
"Persoalan ini sudah menjadi polemik dan viral di masyarakat, rektor harus mengevaluasi kebijakan yang telah dibuat," kata Pelaksana tugas Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar Adel Wahidi di Padang, Kamis (15/3/2018).
Ia berharap, jangan sampai muncul kesan perguruan tinggi mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif.
"Ada kesan muncul perguruan tinggi Islam tidak ramah terhadap perbedaan pendapat," ujarnya.
Adel menyarankan, pimpinan perguruan tinggi menempuh cara yang persuasif.
"Peraturan yang dibuat mesti mendengarkan pendapat pemangku kepentingan pendidikan," katanya.
Selain itu, bagi dia, perguruan tinggi sebaiknya tidak menggunakan paksaan dalam menerapkan aturan seperti tidak boleh ikut ujian atau tidak dilayani secara akademis.
Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat menerima pengaduan dari pihak keluarga dosen IAIN Bukittinggi yang dinonaktifkan. Dosen itu dinilai tidak mematuhi tata cara berpakaian sebagai seorang dosen dengan memakai cadar ke kampus.
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat Yunesa Rahman mengatakan, pihaknya telah menerima berkas laporan dari keluarga Dr Hayati Syafri, dosen Bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi, yang dinonaktifkan karena bercadar.
Ia mengatakan, di IAIN Bukittinggi ada aturan tidak memperbolehkan mahasiswa dan dosen memakai cadar selama berada di kampus.
Dari penjelasan pihak keluarga yang diwakili oleh suami, Hayati Syafri merupakan dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah mengajar sejak 2007 dan baru mengenakan cadar selama tiga bulan terakhir.
Yunesa berjanji akan menelusuri apa alasan yang menjadi dasar perguruan tinggi menetapkan model pakaian tertentu termasuk pelarangan cadar bagi perempuan.(yn/ant)