JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Kader PDIP Effendi Simbolon yang biasanya bersuara lantang mengkritisi Presiden Jokowi, kini tak mau bersuara. Malah terkesan agak sewot.
Bahkan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR ini bungkam seribu bahasa terkait surat terbuka mantan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK Akbar Faisal yang cukup menggegerkan publik.
"Jangan tanyakan soal itu, saya tidak mau berkomentar," katanya kpada TeropongSenayan, Rabu (08/04/2015).
Berikut isi surat Akbar Faisal :
Yth. Pak Yanuar Nugroho,
sy akbar faizal. Alumni IKIP Ujung pandang jurusan sastra (S1) dan Komunikasi Politik (S2) UI. Skrg anggota DPR-RI. Sy ucapkan selamat atas jabatan mentereng sbg deputinya Jendral Luhut. Pak Luhut dulu bagian dr tim kampanye Jokowi-JK dan jg Tim Transisi.
Ada bbrp peran pak Luhut yg cukup layak utk dicatat dlm pemenangan Jokowi meski menurutku tdk sebesar peran Megawati yg memerintahkan PDIP hingga ke akar rumput utk memenangkan Jokowi. Sesungguhnya Jokowi tak akan jadi Presiden jika PDIP atawa Mega tdk merekomendasikan Jokowi.
Hal yg sama jg terjadi pada Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Wiranto dan belakangan Sutiyoso. Selanjutnya bergabung berbagai relawan spt Projo, Bara JP, Seknas, dll. Tak boleh dilupakan sayap2 partai pengusung spt PIR Dr Nasdem dlm komando Martin Manurung dan Relawan Cik Ditiro dlm komando kawan2 PDIP. Pasukan PKB terutama Marwan Jafar berjibaku dgn kami di Timkamnas dlm komando Cahyo Kumolo dan Andi Wijayanto berkeliling Indonesia meneriakkan "Pilih Jokowi krn bla...bla...bla...".
Tak ada anak Harvard ditim pemenangan kami. Yg agak jauh kuliahnya itu paling Eva K.Sundari yg pernah sekolah di Inggris entah dimana. Sy tak terlalu paham pula apakah di Inggris sana dia menemukan suaminya yg org Timor Leste dan membuatnya dimaki setiap hari oleh tim Prabowo sbg katholik sejati atau pengkhianat bangsa dst.
Rieke Pitaloka setahu saya kuliah di UI namun berkeliling dr kampung ke kampung sepanjang Jawa utk meyakinkan Ibu2 utk memilih Jokowi dan berakibat dia disumpahi sbg keturunan PKI di semua medsos. Ada pula yg bernama Teten Masduki yg setahu saya hanya alumni IKIP Bandung namun fokus ke Jawa Barat dan meyakinkan semua seniman2 bermartabat utk mendukung Jokowi spt Slank atau Iwan fals atau Bimbo.
Jika Anda tahu ttg "Konser 2 Jari" yg menjadi pamungkas kampanye dan membalikkan persepsi publik ttg besarnya dukungan massa terhadap Jokowi dan Prabowo di masa2 krusial saat itu, itu adl kerjaan Teten. Pak Luhut sendiri setahu saya (dan sesungguhnya sy sangat tahu masalahnya) banyak menghabiskan waktu dikantor pemenangan yg dibentuknya di Bravo 5 Menteng dan berdiskusi or menelepon banyak org yg saya dengar sbg "org LBP" entah dimana saja.
Bbrp kali sy rapat dgn tim mrk dimana hadir para pensiunan Jendral yg --mohon maaf-- msh merasa sbg komandan pasukan dgn berbagai kewenangan. Juga proposal beliau ttg sistem IT beliau yg --cukup memarkir mbl didepan KPU dan seluruh data2 bisa tersedot. Kami di Jl.Subang 3A --itu markas utama pemenangan Jokowi Mas-- terkagum2 membayangkan kehebatan teknologi pak LBP sekaligus mengernyitkan dahi ttg proses kerja penyedotan data tadi. Sy yg pernah menjadi wartawan senyum2 saja sebab sedikit paham soal IT.
Senyumanku semakin melebar saat membaca jumlah dan yg dibutuhkan utk pengadaan teknologi sedot-menyedot tadi. Dlm hal massa, tercatat 2 kali LBP mengumpulkan masy Batak di Medan dan Jkt utk mendukung Jokowi-JK. Mas Yanuar, sy merasa perlu menulis spt ini sebab sy merasa kantor Anda terlalu jauh mendeskripsikan diri akan tugas dan kualifikasi staf sebuah kantor Kastaf Presiden.
Sebenarnya sy tak perlu terlalu menanggapi soal Harvard ini. Sy jg pernah kesana tp sbg turis. Otak saya memang tak akan mampu kuliah disana.
Lha wong sy org desa. Bahasa Bugis sy jg jauh lbh lancar dr Bahasa Inggris saya. Namun soal Harvard ini mmebuat saya merasa "koq kalian menghina bangsamu sendiri? Merendahkan kualitas pendidikan bangsamu yg kabarnya akan kau katrol kualitasny dgn cara memasukkan org Harvard atau entah dr mana lg di kuar negeri sana? Mengapa kalian semakin jauh dr 'kesepakatan awal kita di tim dulu utk menghormati bangsamu sendiri'? Mengapa kalian makin kurang ajar saja?" Sy sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf ini sebab sejujurnya "tak ada" dlm perencanaan kami di Tim Transisi dulu.
Sekadar menginfokan ke Anda Mas bhw Tim Transisi itu dibentuk Pak jokowi utk merancang pemerintahan yg akan dipimpinnya. Tp sy sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam2. Mis, akh...krn AF kecewa tdk jadi mentri dll. Dan msh byk lagi sebenarnya yg ingin sy pertanyakan. Termasuk surat presiden ke DPR ttg Budi Gunawan yg disusul kontroversi2 lainnya.
Kemana para pemikir Tata Negara disekitar Pak Jkw skrg? Yg kudengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sbg Komisaris Utama Jasa Marga. Mungkin Bu Rini anggap Refly sgt paham soal Tol krn setiap hari melalui macet --persoalan yg pak jkw katakan dulu akan lbh mudah menyelesaikannya sbg presiden ketimbang sbg Gub DKI-- dr rumahnya di Buaran sana. Mas yanuar, sbg anggota DPR pendukung pemerintah dan insyaallah punya peran (meski sgt kecil) terhadap kemenangan Jkw -JK, sy ingin kalian di istana fokus pada tugas yg lbh membumi.
Mis, jgn biarkan kami di DPR dihajar bagai sansak oleh org2 Prabowo dlm kasus kebaikan tunjangan mbl pejabat, misalnya, hny krn kalian tak mampu berkomunikasi dgn kami di DPR (atawa parpol pendukung. Ini jg satu soal sendiri krn terbaca dgn kuat klu kalian di ring 1 preaiden kini sukses melakukan Deparpolisasi) dan atau gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan2 presiden/pemerintah. Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard.
Sy merasa mengenal bbrp org di istana negara tempat Anda berkantor skrg. Entah apa mrk (msh) mengenal sy skrg. Tp sy nggak memikirkannya. Sy hny minta kalian disana berhenti melakukan hal yg tak perlu spt deklarasi soal Harvard yg akan masuk Istana itu. Sekali lg, sy sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar spt ini hny utk menanggapi soal Harvard ini. Tp sy hrs lakukan sbb menurutku kalian makin jauh dr seluruh rencana awal kita.
Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu sy pahami dan terlibat didalamnya. Sy sekuat mungkin berusaha menghindari kalimat2 keras utk memahami apa yg kalian lakukan disana. Tp sepak terjang kantor Mas Yanuar bernama Kastaf Kepresidenan itu makin jauh. Terakhir, sy sarankan agar menahan diri dlm memberikan masukan ke presiden.
Jgn racuni pikiran presiden yg polos ini dgn permainan yg dulu kami hindarkan beliau lakukan meski kadang gregetan lihat langkah2 tim Prahara. Terkhusus dgn Pak JK, sy minta kalian berikan rasa hormat. Tgl 9 Juli lalu, 63% penduduk Indonesia memilih Jokowi - JK dan bukan Jendral Luhut Binsar Pandjaitan apalagi Anda2 yg bergabung belakangan. Selamat berakhir pekan. (ec)